DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
DAN KAITANNYA DENGAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
1. MERY
MONICA 1410015311002
2. BIMA
ANDARI 1410015311003
3. AHMAD
DEAN MUBARAK 1410015311011
PERENCANAAN
WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS
TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS
BUNG HATTA
PADANG
2015
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis
dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Daerah Aliran Sungai dan
Kaitannya dengan Perencanaan Wilayah dan Kota”.
Penulisan
makalah merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam kegiatan kemahasiswaan
“Nature Conservation Plan” Universitas Bung hatta.
Dalam
Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang penulis miliki. Untuk
itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam
penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak
terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas ini.
Akhirnya
penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang
telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai
ibadah, Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.
Padang
, 11 februari 2015
Tim Penulis,
ABSTRAK
Daerah aliran sungai (DAS) adalah
suatu wilayah yang dibatasi oleh punggungpunggung bukit yang menampung air
hujan dan mengalirkannya melalui saluran air, dan kemudian berkumpul menuju
suatu muara sungai, laut, danau atau waduk.
Dalam penyusunan rencana kegiatan
pengelolaan DAS perlu mengintegrasikan dengan rencana tata ruang dan
penatagunaan tanah, mempertimbangkan hubungan daerah hulu dan daerah hilir,
serta aspek penanggungan biaya bersama (cost sharing). Seperti telah
dikemukakan di muka bahwa batas ekosistem DAS tidak selalu sama (coincided)
dengan batas administratif. Satu wilayah administratif secara geografis dapat
terletak pada satu wilayah DAS atau sebaliknya.
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR
Abstrak
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang 1
- Rumusan Masalah 1
- Tujuan dan Manfaat 1
- Metode Penulisan
- Sistematika Penulisan
- Terminologi dan Konsep Keterpaduan Pengelolaan DAS
- Pentingnya Pengelolaan DAS Terpadu
- Kerangka Pikir Pengelolaan DAS
BAB II KEBIJAKAN
PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
BAB III PERENCANAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
Kesimpulan 13
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Daerah
Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya
terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya manusia
sebagai pelaku pemanfaat sumberdaya alam tersebut. DAS di beberapa tempat di
Indonesia memikul beban amat berat sehubungan dengan tingkat kepadatan
penduduknya yang sangat tinggi dan pemanfaatan sumberdaya alamnya yang intensif
sehingga terdapat indikasi belakangan ini bahwa kondisi DAS semakin menurun
dengan indikasi meningkatnya kejadian tanah longsor, erosi dan sedimentasi,
banjir, dan kekeringan. Disisi lain tuntutan terhadap kemampuannya dalam
menunjang system kehidupan, baik masyarakat di bagian hulu maupun hilir
demikian besarnya.
Sebagai
suatu kesatuan tata air, DAS dipengaruhi kondisi bagian hulu khususnya kondisi
biofisik daerah tangkapan dan daerah resapan air yang di banyak tempat rawan
terhadap ancaman gangguan manusia. Hal ini mencerminkan bahwa kelestarian DAS
ditentukan oleh pola perilaku, keadaan sosial-ekonomi dan tingkat pengelolaan
yang sangat erat kaitannya dengan pengaturan kelembagaan (institutional
arrangement).
Tidak
optimalnya kondisi DAS antara lain disebabkan tidak adanya adanya
ketidakterpaduan antar sektor dan antar wilayah dalam pengelolaan sumberdaya
alam dan lingkungan DAS tersebut. Dengan kata lain, masing-masing berjalan
sendiri-sendiri dengan tujuan yang kadangkala bertolak belakang. Sulitnya
koordinasi dan sinkronisasi tersebut lebih terasa dengan adanya otonomi daerah
dalam pemerintahan dan pembangunan dimana daerah berlomba memacu meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada.
Permasalahan
ego-sektoral dan ego-kedaerahan ini akan menjadi sangat komplek pada DAS yang
lintas kabupaten/kota dan lintas propinsi. Oleh karena itu, dalam rangka
memperbaiki kinerja pembangunan dalam DAS maka perlu dilakukan pengelolaan DAS
secara terpadu.
Pengelolaan
DAS terpadu dilakukan secara menyeluruh mulai keterpaduan kebijakan, penentuan
sasaran dan tujuan, rencana kegiatan, implementasi program yang telah
direncanakan serta monitoring dan evaluasi hasil kegiatan secara terpadu.
Pengelolaan DAS terpadu selain mempertimbangkan faktor biofisik dari hulu
sampai hilir juga perlu mempertimbangkan faktor sosial-ekonomi, kelembagaan,
dan hukum. Dengan kata lain, pengelolaan DAS terpadu diharapkan dapat melakukan
kajian integratif dan menyeluruh terhadap permasalahan yang ada, upaya
pemanfaatan dan konservasi sumberdaya alam skala DAS secara efektif dan
efisien.
1.2 Rumusan masalah
Sasaran
wilayah pengelolaan DAS adalah wilayah DAS yang utuh sebagai satu kesatuan
ekosistem yang membentang dari hulu hingga hilir. Penentuan sasaran wilayah DAS
secara utuh ini dimaksudkan agar upaya pengelolaan sumberdaya alam dapat
dilakukan secara menyeluruh dan terpadu berdasarkan satu kesatuan perencanaan
yang telah mempertimbangkan keterkaitan antar komponen-komponen penyusun
ekosistem DAS (biogeofisik dan sosekbud) termasuk pengaturan kelembagaan dan
kegiatan monitoring dan evaluasi. Kegiatan yang disebutkan terakhir berfungsi
sebagai instrumen pengelolaan yang akan menentukan apakah kegiatan yang
dilakukan telah/tidak mencapai sasaran.
Ruang
lingkup pengelolaan DAS secara umum meliputi perencanaan, pengorganisasian,
implementasi/pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi terhadap upaya – upaya pokok
berikut:
a) Pengelolaan ruang melalui usaha
pengaturan penggunaan lahan (landuse) dan konservasi tanah dalam arti yang
luas.
b) Pengelolaan sumberdaya air
melalui konservasi, pengembangan, penggunaan dan pengendalian daya rusak air.
c) Pengelolaan vegetasi yang
meliputi pengelolaan hutan dan jenis vegetasi terestria l lainnya yang memiliki
fungsi produksi dan perlindungan terhadap tanah dan air.
d) Pembinaan kesadaran dan kemampuan
manusia termasuk pengembangan kapasitas kelembagaan dalam pemanfaatan
sumberdaya alam secara bijaksana, sehingga ikut berperan dalam upaya
pengelolaan DAS.
1.3 Tujuan dan manfaat penulisan
Pedoman
ini disusun dengan maksud memberikan arahan umum atau acuan dalam
menyelenggarakan pengelolaan DAS dan disesuaikan dengan perkembangan dan
pergeseran paradigma dalam melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan. Pedoman
ini sifatnya umum yang dapat digunakan baik untuk pengelolaan DAS lintas
propinsi, lintas kabupaten/Kota maupun DAS dalam satu kabupaten/Kota. Karena
itu Pedoman ini diharapkan dapat disesuaikan dengan kondisi dan tuntutan
spesifik pada masing-masing wilayah dan disesuaikan dengan kewenangan yang
dimiliki masing- masing daerah.
Tujuan
penyusunan pedoman ini adalah terbentuknya persamaan persepsi dan langkah dalam
melaksanakan pengelolaan DAS sesuai dengan karakteristik ekosistemnya, sehingga
pemanfaatan sumberdaya alam dan upaya konservasinya dapat dilakukan secara
optimal, berkeadilan, dan berkelanjutan. Muara dari keseluruhan upaya
pengelolaan DAS yang optimal ini adalah terjaganya integritas fungsi DAS dan
meningkatnya kesejahteraan masyarakat yang tinggal di dalamnya.
1.4 Metode Penulisan
Penulis memakai metode studi literatur dan
kepustakaan dalam penulisan makalah ini. Referensi makalah ini bersumber tidak
hanya dari buku, tetapi juga dari media media lain seperti, web, blog, dan
perangkat media massa yang diambil dari internet.
1.5 Sistematika Penulisan
Makalah ini disusun menjadi tiga bab, yaitu
bab pendahuluan, bab pembahasan, dan bab penutup. Adapun bab pendahuluan
terbagi atas : latar belakang, rumusan makalah, tujuan dan manfaat penulisan,
metode penulisan, dan sistematika penulisan. Sedangkan bab pembahasan dibagi
berdasarkan sub bab yang berkaitan dengan DAS. Terakhir, bab penutup terdiri
atas kesimpulan.
1.6 Terminologi dan Konsep
Keterpaduan Pengelolaan DAS
Beberapa
istilah yang perlu dipahami dan disepakati bersama dalam pengelolaan DAS adalah
sebagai berikut:
a) Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah
suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan dengan sungai dan anak-anak
sungainya yang dibatasi oleh pemisah topografis yang berfungsi menampung air
yang berasal dari curah hujan, menyimpan dan mengalirkannya melalui ke danau
atau ke laut secara alami.
b) Sub DAS adalah bagian DAS yang
menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama.
Setiap DAS terbagi habis ke dalam Sub DAS – Sub DAS.
c) Satuan Wilayah Sungai (SWS)
adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumberdaya air dalam satu atau lebih DAS
dan atau satu atau lebih pulau-pulau kecil , termasuk cekungan air bawah tanah
yang berada dibawahnya.
d) Cekungan air bawah tanah adalah
suatu wilayah yang dibatasi oleh batas-batas hidrogeologis,
temapat sema kejadian hidrologis seperti proses pengibuhann, pengaliran, pelepasan air bawah
tanah berlangsung.
temapat sema kejadian hidrologis seperti proses pengibuhann, pengaliran, pelepasan air bawah
tanah berlangsung.
e) Pengelolaan DAS adalah upaya
manusia di dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara sumberdaya alam
dengan manusia di dalam DAS dan segala aktifitasnya, dengan tujuan membina
kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatkan manfaat sumberdaya alam
bagi manusia secara berkelanjutan.
f) Pengelolaan DAS Secara Terpadu
adalah suatu proses formulasi dan implementasi kebijakan dan kegiatan yang
menyangkut pengelolaan sumberdaya alam, sumberdaya buatan dan manusia dalam
suatu DAS secara utuh dengan mempertimbangkan aspek-aspek fisik, sosial,
ekonomi dan kelembagaan di dalam dan sekitar DAS untuk mencapai tujuan yang
diinginkan.
g) Rencana Pengelolaan DAS merupakan
konsep pembangunan yang mengakomodasikan berbagai peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan dijabarkan secara menyeluruh dan terpadu dalam suatu rencana
berjangka pendek, menengah maupun panjang yang memuat perumusan masalah
spesifik di dalam DAS, sasaran dan tujuan pengelolaan, arahan kegiatan dalam
pemanfaatan, peningkatan dan pelestarian sumberdaya alam air, tanah dan
vegetasi, pengembangan sumberdaya manusia, arahan model pengelolaan DAS, serta
sistem monitoring dan evaluasi kegiatan pengelolaan DAS.
h) Tata air DAS adalah hubungan
kesatuan individual unsur-unsur hidrologis yang meliputi hujan, aliran
permukaan dan aliran sungai, peresapan, aliran air tanah, evapotranspirasi dan
unsur lainnya yang mempengaruhi neraca air suatu DAS.
i) Lahan kritis adalah lahan yang
keadaan biofisiknya sedemikian rupa sehingga lahan tersebut tidak dapat
berfungsi secara baik sesuai dengan peruntukannya sebagai media produksi maupun
sebagai media tata air.
j) Konservasi tanah adalah upaya
mempertahankan, merehabilitasi dan meningkatkan daya guna lahan sesuai dengan
peruntukannya.
k) Rehabilitasi Lahan dan Konservasi
Tanah (RLKT) adalah upaya manusia untuk memulihkan, mempertahankan, dan
meningkatkan daya dukung lahan agar berfungsi optimal sesuai dengan
peruntukannya.
1.7 Pentingnya Pengelolaan DAS
Terpadu
Pentingnya
asas keterpaduan dalam pengelolaan DAS erat kaitannya dengan pendekatan yang
digunakan dalam pengelolaan DAS, yaitu pendekatan ekosistem. Ekosistem DAS
merupakan sistem yang kompleks karena melibatkan berbagai komponen biogeofisik
dan sosial ekonomi dan budaya yang saling berinteraksi satu dengan lainnya.
Kompleksitas ekosistem DAS mempersyaratkan suatu pendekatan pengelolaan yang
bersifat multi-sektor, lintas daerah, termasuk kelembagaan dengan kepentingan
masing-masing serta mempertim- bangkan prinsipprinsip saling ketergantunga n. Hal-hal
yang penting untuk diperhatikan dalam pengelolaan DAS :
a) Terdapat keterkaitan antara
berbagai kegiatan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pembinaan aktivitas
manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam.
b) Melibatkan berbagai disiplin ilmu
dan mencakup berbagai kegiatan yang tidak selalu saling mendukung.
c) Meliputi daerah hulu, tengah, dan
hilir yang mempunyai keterkaitan biofisik dalam bentuk daur hidrologi.
1.8 Kerangka Pikir Pengelolaan DAS
Pengelolaan
DAS Terpadu pada dasarnya merupakan bentuk pengelolaan yang bersifat
partisipatif dari berbagai pihak – pihak yang berkepentingan dalam memanfaatkan
dan konservasi sumberdaya alam pada tingkat DAS. Pengelolaan partisipatif ini
mempersyaratkan adanya rasa saling mempercayai, keterbukaan, rasa tanggung
jawab, dan mempunyai rasa ketergantungan (interdependency) di antara sesama
stakeholder. Demikian pula masing-masing stakeholder harus jelas kedudukan dan
tanggung jawab yang harus diperankan. Hal lain yang cukup penting dalam
pengelolaan DAS terpadu adalah adanya distribusi pembiayaan dan keuntungan yang
proporsional di antara pihak – pihak yang berkepentingan.
Dalam
melaksanakan pengelolaan DAS, tujuan dan sasaran yang diinginkan harus
dinyatakan dengan jelas. Tujuan umum pengelolaan DAS terpadu adalah :
- Terselenggaranya koordinasi, keterpaduan, keserasian dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, monitoring dan evaluasi DAS.
- Terkendalinya hubungan timbal balik sumberdaya alam dan lingkungan DAS dengan kegiatan manusia guna kelestarian fungsi lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.
Sasaran pengelolaan DAS yang ingin
dicapai pada dasarnya adalah:
- Terciptanya kondisi hidrologis DAS yang optimal.
- Meningkatnya produktivitas lahan yang diikuti oleh perbaikan kesejahteraan masyarakat.
- Tertata dan berkembangnya kelembagaan formal dan informal masyarakat dalam penyelenggaraan pengelolaan DAS dan konservasi tanah.
- Meningkatnya kesadaran dan partisipasi mayarakat dalam penyelenggaraan pengelolaan DAS secara berkelanjutan.
- Terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan, berwawasan lingkungan dan berkeadilan. Oleh karena itu, perumusan program dan kegiatan pengelolaan DAS selain harus mengarah pada pencapaian tujuan dan sasaran perlu pula disesuaikan dengan permasalahan yang dihadapi dengan mempertimbangkan adanya pergeseran paradigma dalam pengelolaan DAS, karakteristik biogeofisik dan sosekbud DAS, peraturan dan perundangan yang berlaku serta prinsip-prinsip dasar pengelolaan DAS. Uraian kerangka pikir tentang pengelolaan DAS terpadu disajikan secara diagramatis sebagaimana tertera pada Gambar 1.1.
Gambar 1.1 Kerangka pikir
pengelolaan terpadu DAS
BAB
II
KEBIJAKAN
PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
2.1 Peraturan dan Perundang-undangan
Mengkaji Daerah Aliran Sungai dewasa
ini tidak mungk in hanya didasarkan kepada satu atau beberapa undang-undang
yang sejenis atau sebidang. Daerah aliran sungai harus dipandang sebagai satu
kesatuan wilayah yang utuh-menyeluruh yang terdiri dari daerah tangkapan air,
sumber-sumber air, sungai, danau, dan waduk, yang satu dengan lainnya tidak
dapat dipisahpisahkan.
Secara berjenjang, peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
tersusun dengan urutan sebagai berikut:
2.1.1 Undang-Undang Dasar
a) Alinea ke-4 Pembukaan
Undang-undang Dasar 1945.
b) Pasal 33 ayat (3) Undang-undang
Dasar 1945 (akan diamandemen).
2.1.2 Ketetapan MPR
a) Ketetapan MPR No. IX/ MPR/ 1998
tentang Pencabutan Ketetapan MPR No. II/ MPR/
1998 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara.
1998 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara.
b) Ketetapan MPR No. X/ MPR/ 1998
tentang Pokok-pokok Reformasi Pembangunan dalam
rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara.
rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara.
2.1.3 Undang-Undang
a) Undang-undang No. 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.
b) Undang-undang No. 11 Tahun 1967
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan.
c) Undang-undang No. 9 Tahun 1969
tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara.
d) Undang-undang No. 11 Tahun 1974
tentang Pengairan.
e) Undang-undang No. 5 Tahun 1990
tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
f) Undang-undang No. 12 Tahun 1992 tentang
Sistem Budidaya Tanaman.
g) Undang-undang No. 24 Tahun 1992
tentang Penataan Ruang.
h) Undang-undang No. 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
i) Undang-undang No. 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah.
j) Undang-undang No. 25 Tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Daerah.
dan Daerah.
k) Undang-undang No. 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan.
2.1.4 Peraturan Pemerintah
a) Peraturan Pemerintah No. 77 Tahun
2001 tentang tentang Irigasi.
b) Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun
2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air.
Pencemaran Air.
d) Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun
1991 tentang Sungai.
e) Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun
1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta
Bentuk dan Tata Cara Peranserta Masyarakat dalam Penataan Ruang.
Bentuk dan Tata Cara Peranserta Masyarakat dalam Penataan Ruang.
f) Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun
1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
g) Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun
2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan
Propinsi sebagai Daerah Otonom.
Propinsi sebagai Daerah Otonom.
2.1.5 Keputusan Presiden
a) Keputusan Presiden No. 123 Tahun
2001 tentang Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air.
b) Keputusan Presiden No. 84 Tahun
2000 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah.
c) Keputusan Presiden No. 163 Tahun
2000 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan,
Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Menteri Negara.
Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Menteri Negara.
d) Keputusan Presiden No. 183 Tahun
2000 tentang Susunan dan Personalia Kabinet.
2.2 Prinsip dan Kebijakan Dasar
Pengelolaan DAS
Prinsip-prinsip dasar pengelolaan
DAS pada utamanya adalah sebagai berikut:
a) Pengelolaan DAS berupa
pemanfaatan, pemberdayaan, pengembangan, perlindungan dan pengendalian
sumberdaya dalam DAS.
b) Pengelolaan DAS berlandaskan pada
asas keterpaduan, kelestarian, kemanfaatan, keadilan, kemandirian (kelayakan
usaha) serta akuntabilitas.
c) Pengelolaan DAS dilakukan melalui
pendekatan ekosistem yang dilaksanakan berdasarkan prinsip “satu sungai, satu
rencana, satu sistem pengelolaan” dengan memperhatikan sistem pemerintahan
desentralistik sesuai jiwa otonomi daerah secara luas, nyata, dan bertanggung
jawab.d) DAS merupakan Kesatuan Wilayah Hidrologi yang mencakup beberapa
wilayah administratif yang ditetapkan sebagai satu kesatuan wilayah pengelolaan
ya ng tidak dapat dipisah-pisahkan.
e) Dalam satu sungai hanya berlaku
Satu Rencana Kerja yang terpadu (program dan tujuan/sasaran), menyeluruh,
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
f) Dalam satu sungai diterapkan Satu
Sistem Pengelolaan yang dapat menjamin keterpaduan kebijakan, strategi
perencanaan serta operasionalisasi kegiatan dari hulu sampai dengan hilir suatu
DAS.
Kebijakan Dasar:
a) Pengelolaan DAS dilakukan secara
holistik/integratif, terencana, dan berkelanjutan guna menopang kehidupan
manusia dan mahluk hidup lainnya serta menjaga kelestarian lingkungan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat sesuai UUD 1945 Pasal 33 ayat (3).
b) Pengelolaan DAS dilakukan sesuai
dengan prinsip-prinsip desentralisasi dan menggunakan pendekatan DAS sebagai
satuan wilayah pengelolaan.
c) Pengelolaan DAS dilaksanakan
berdasarkan prinsip partisipatif dan konsultatif pada setiap tingkatan
pengelolaan untuk mendorong tumbuhnya komitmen bersama antar pihak yang berkepentingan.
d) Masyarakat yang memperoleh
manfaat atas pengelolaan DAS, baik secara langsung maupun tak langsung, wajib
menanggung biaya pengelolaan secara proporsional (prinsip insentifdisinsentif).
e) Sasaran wilayah Pengelolaan DAS
adalah wilayah DAS secara utuh sebagai satu kesatuan ekosistem.
Penentuan
sasaran DAS secara utuh ini dimaksudkan agar upaya penanganan kegiatan yang
direncanakan dapat dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu berdasarkan satu
kesatuan perencanaan yang utuh, sekaligus berkaitan dengan kegiatan monitoring
dan evaluasi DAS yang ditinjau dari aspek tata air, penggunaan lahan, sosial
ekonomi dan kelembagaan.
2.3 Pengelolaan DAS dalam Konteks
Otonomi Daerah
Penyelenggaraan
pengelolaan DAS dalam kaitannya dengan penataan ruang (wilayah) dan
penatagunaan tanah dalam rangka otonomi daerah haruslah disesuaikan dengan
Undang-undang No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagai berikut:
a) Kebijakan penatagunaan tanah di
tingkat pusat masih diperlukan jika terdapat kewenangan yang berkaitan dengan
kebijakan-kebijakan yang meliputi perencanaan nasional, pengendalian
pembangunan secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi
negara, lembaga perekonomian negara, pendayagunaan sumberdaya alam, pembinaan
dan pemberdayaan sumberdaya manusia, kebijakan teknologi tinggi yang strategis,
konservasi dan kebijakan standarisasi nasional.
b) Kebijakan penatagunaan tanah di
tingkat propinsi sebagai daerah otonom masih diperlukan jika ada kewenangan
yang berkaitan dengan : (i ) kebijakan di bidang pemerintahan yang bersifat
lintas kabupaten dan kota, serta (ii) kewenangan bidang-bidang tertentu
lainnya, yaitu: perencanaan dan pengendalian pembangunan regional secara makro;
pelatihan bidang tertentu, alokasi sumberdaya manusia, dan penelitian yang
mencakup wilayah propinsi; pengendalian lingkunga n hidup; promosi dagang dan
budaya/pariwisata; dan perencanaan tata ruang propinsi. Di samping itu juga
diperlukan keberadaan kebijakan penatagunaan tanah di tingkat propinsi dalam
rangka pelaksanaan dekonsentrasi, dimana kewenangan pemerintah pusat
dilimpahkan kepada Gubernur.
c) Kebijakan penatagunaan tanah pada
tingkat kabupaten dan kota yang mencakup semua kewenangan pemerintahan selain
kewenangan yang dikecualikan dalam kedua-dua butir di atas.
Dengan
kata lain, pemerintah pusat mempunyai wewenang pengaturan, pengarahan melalui
penerbitan berbagai pedoman, serta pengawasan dan pengendalian berskala makro.
Pemerintah propinsi mempunyai wewenang bersifat lintas kabupaten/kota,
pemberian perijinan tertentu, penyusunan rencana tertentu serta pengawasan dan
pengendalian berskala meso. Pemerintah kabupaten mempunyai wewenang yang
bersifat pemberian perijinan tertentu, perencanaan, pelaksanaan, serta
pengawasan dan pengendalian berskala mikro.
Batas
DAS atau Wilayah Sungai tidak selalu bertepatan (coincided) dengan batas-batas
wilayah administrasi. Oleh karena itu, perlu adanya klasifikasi DAS menurut
hamparan wilayahnya dan fungsi strategisnya sebagai berikut:
- DAS Kabupaten/Kota: terletak secara utuh berada di satu Daerah Kabupaten/Kota, dan/atau DAS yang secara potensial hanya dimanfaatkan oleh satu Daerah Kabupaten/Kota.
- DAS Lintas Kabupaten/Kota : letaknya secara geografis melewati lebih dari satu daerah Kabupaten/Kota, dan/atau DAS yang secara potensial dimanfaatkan oleh lebih dari satu Daerah Kabupaten/Kota; dan/atau DAS lokal yang atas usulan Pemerintah Kabupaten/Kota yang bersangkutan, dan hasil penilaian ditetapkan untuk didayagunakan (dikembangkan dan dikelola oleh Pemerintah Propinsi), dan/atau DAS yang secara potensial bersifat strategis bagi pembangunan regional.
- DAS Lintas Propinsi: letaknya secara geografis melewati lebih dari satu Daerah Propinsi, dan/atau DAS yang secara potensial dimanfaatkan oleh lebih dari satu Daerah Propinsi, dan/atau; DAS Regional yang atas usulan Pemerintah Propinsi yang bersangkutan, dan hasil penilaian ditetapkan untuk didayagunakan (dikembangkan dan dikelola) oleh Pemerintah Pusat, dan/atau DAS yang secara potensial bersifat startegis bagi pembangunan nasional.
- DAS Lintas Negara: letaknya secara geografis melewati lebih dari satu negara, dan/atau DAS yang secara potensial dimanfaatkan oleh lebih dari satu negara, dan/atau DAS yang secara potensial bersifat startegis bagi pembangunan lintas negara.
BAB
III
PERENCANAAN
PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
3.1 Kedudukan dan Fungsi Perencanaan
Perencanaan
adalah suatu proses kegiatan penentuan tindakan/langkah-langkah yang akan
dilakukan secara terkoordinasi dan terarah dalam rangka mencapai tujuan pengelolaan
DAS dalam waktu tertentu dengan mempertimbangkan potensi, peluang dan kendala
yang mungkin timbul. Perencanaan pengelolaan DAS merupakan salah satu proses
dari rangkaian atau siklus penyelenggaraan pengelolaan DAS yang secara umum
meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan (pengembangan,
penggunaan/pemanfaatan, perlindungan,dan pengendalian), pemantauan dan
evaluasi. Hasil pemantauan dan evaluasi akanmerupakan umpan balik untuk
penyempurnaan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan di DAS.
Adapun
fungsi pentng dari rencana yang disusun adalah :
- Sebagai pedoman dan arahan dalam pelaksanaan pengelolaan DAS dan dapat memberikan komitmen kepada para pihak untuk melaksanakan kegiatan masa depan.
- Sebagai alat untuk meningkatkan komunikasi dan koordinasi antar pihak yang terlibat dalam pengelolaan DAS
- Sebagai alat untuk pemantauan dan evaluasi keberhasilan kegiatan pengelolaan DAS.
- Sebagai salah satu unsur atau masukan dalam penyusunan, penijauan kembali dan atau penyempurnaan rencana tat ruang wilayah.
- Sebagai bukti akuntabilitas publik bagi instansi yang
berwenang dalam penyusunan rencana
pengelolaan DAS.
Dengan
adanya rencana pengelolaan DAS, pihak-pihak yang berkepentingan dengan
pengelolaan DAS diharapkan dapat mengelola berbagai sumberdaya yang ada secara
efisien, efektif dan berkelanjutan untuk mencapai tujuan dan sasaran yang
diinginkan.
3.2 Prinsip Umum Perencanaan
Pengelolaan DAS
Pendekatan
menyeluruh terhadap perencanaan pengelolaan DAS diperlukan dengan pertimbangan
bahwa terganggunya salah satu komponen pada sistem alam sumberdaya alam akan
berpengaruh terhadap komponen lainnya dalam sistem. Pendekatan menyeluruh
tersebut pada hakekatnya adalah suatu kajian terpadu terhadap keseluruhan aspek
sumberdaya alam DAS. Kajian tersebut mempertimbangkan faktor-faktor lingkungan,
sosial, politik, dan tataguna lahan. Untuk dapat melakukan monitoring dan
evaluasi dampak aktivitas pengelolaan DAS terhadap komponenkomponen lingkungan,
ekosistem DAS dapat dimanfaatkan sebagai satu unit perencanaan dan evaluasi
yang sistematis, logis, dan rasional dimana kondisi tata air sebagai salah satu
indikatornya. Perencanaan pengelolaan DAS secara menyeluruh diharapkan dapat
memberikan manfaat secara multi-guna kepada para pihak – pihak yang
berkepentingan.
Landasan
untuk pengelolaan secara menyeluruh suatu DAS berawal dari perencanaan. Oleh
karena itu, tahap perencanaan menyeluruh pengelolaan DAS merupakan bagian
strategis untuk tercapainya muara dari upaya aktivitas pembangunan, yaitu
pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Sasaran dan tujuan
fundamental perencanaan menyeluruh pengelolaan DAS adalah perbaikan keadaan
sosial-ekonomi pihak – pihak yang berkepentingan dengan tidak mengabaikan
keterlanjutan daya dukung dan kualitas lingkungan. Karena pengelolaan DAS
dilakukan untuk kepentingan masyarakat luas, maka pemerintah dan masyarakat
harus bekerjasama untuk mewujudkan tujuan dilakukannya pengelolaan DAS. Tingkat
dan intensitas kerjasama tersebut bervariasi dan ditentukan, antara lain, oleh
struktur pemerintahan. Suatu pemerintahan, dimanapun berada, dibentuk untuk
menga tur kehidupan masyarakat termasuk tingkat kesejahteraannya. Oleh karena
itu, pemerintahan yang baik seharusnya dapat mengupayakan agar kesejahteraan
tersebut dapat dirasakan oleh berbagai tingkatan (sosial) yang ada di
masyarakat.
Prinsip
yang berlaku umum mempersyaratkan bahwa perencanaan yang disiapkan secara
sistematis, logis, dan rasional seharusnya mengarah pada bentuk pengelolaan
yang bijaksana dan implementasi yang efektif. Pengalaman empiris menunjukkan
bahwa proses perencanaan dan implementasi program akan berlangsung dengan
efektif apabila disertai pedoman kerja yang berisi prinsip-prinsip perencanaan
yang, antara lain, terdiri atas:
- Tujuan atau sasaran utama pengelolaan DAS secara menyeluruh harus dirumuskan secara jelas dengan disertai mekanisme sistem monitoring dan evalusi yang dilakukan secara periodik. Dengan demikian, apabila ditemukan adanya dampak lingkungan yang cukup serius dapat segera ditangani. Seluruh usulan kegiatan dan hasil yang diperoleh harus berorientasi pada kepentingan jangka panjang dan capaian kesejahteraan yang berkelanjutan.
- Perlu disiapkan mekanisme administrasi yang efisien dengan fokus perhatian pada aspekaspek sosial-ekonomi-politik dan kerjasama yang harmonis di antara lembaga-lembaga (pemerintah dan non-pemerintah) yang terlibat dalam pengelolaan DAS. Proses perencanaan DAS harus dilakukan secara terkoordinasi oleh instansi yang berwenang dengan metoda partisipatif diantara para pihak yang terkait.
- Pengelolaan menyeluruh DAS diarahkan pada penyelesaian konflik yang muncul di antara pihak – pihak yang berkepentingan dalam melaksanakan pembangunan. Pada kasus ketika terjadi konflik, kompromi yang telah dicapai di antara kelompok yang mengalami konflik harus dihormati dan dilaksanakan dengan konsisten. Selain masalah penyelesaian konflik (conflict resolution), pendekatan menyeluruh pengelolaan DAS juga harus mempertimbangkan prinsip-prinsip upaya pengendalian dan proses umpan balik yang mengarah pada proses pengambilan keputusan yang optimal.
- Rencana yang telah tersusun harus merupakan dokumen publik yang diumumkan (bisa diakses) secara terbuka oleh masyarakat dan masyarakat berhak menyatakan keberatan atas rencana yang disusun dalam waktu tertentu. Dengan demikian instansi berwenang harus melakukan peninjauan kembali terhadap rencana pengelolaan DAS sebelum ditetapkan oelh pejabat yang berwenang.
Meskipun
disadari bahwa proses perencanaan pengelolaan DAS bervariasi tergantung pada
karakteristik sosial, budaya, ekonomi, dan politik lokal, pembahasan tentang
proses perencanaan untuk pengelolaan DAS mengacu pada Gambar 3.3. Dalam
proses perencanaan tersebut dalam Gambar 3.3, kedudukan Pusat Perencanaan
sangat penting karena akan memberikan arah pengelolaan yang akan dituju serta
menunjukkan bentuk koordinasi yang dianggap efektif.
Gambar 3.3 Proses perencanaan
pengelolaan DAS
Demikian
pula, dipandang perlu bahwa dalam struktur organisasi pengelolaan DAS
seharusnya memberikan peran lebih penting terhadap Komisi Pengelola DAS dan
Komite Penasehat. Tidak kalah pentingnya adalah masukan atau informasi dari
masyarakat pada tingkat lokal dalam proses penyusunan rencana. Peran dan fungsi
masyarakat dalam proses perencanaan harus dinyatakan dan diatur dengan jelas
melalui suatu pedoman kebijakan dan kerangka kerja kelembagaan.
Dalam
konteks perencanaan pengelolaan DAS, proses perencanaan pengelolaan DAS
tersebut dalam Gambar 3.3 mempunyai dasar pertimbangan sebagai berikut:
pertama, dengan diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah, proses perencanaan tersebut dalam Gambar 3.3 menjadi relevan karena
fokus UU No. 22 adalah memberikan peranan yang lebih besar terhadap pemerintah
daerah dan mitranya di daerah. Salah satu kewenangan yang dilimpahkan ke daerah
dan bersifat strategis adalah penetapan kriteria penataan perwilayahan
ekosistem daerah tangkapan air pada daerah aliran sungai (Bab II Pasal 2 butir
ke 13, PP No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan
Propinsi Sebagai Daerah Otonom).
Dengan
aturan seperti diamanatkan oleh PP No. 25, maka pembentukan Pusat Perencanaan
seperti tersebut dalam Gambar 3.3 menjadi sangat relevan. Pertimbangan kedua
adalah dengan semakin meluasnya kehendak masyarakat untuk membuat Undang-Undang
tentang Pengelolaan Sumberdaya Alam yang akan menaungi dan mengendalikan
Undang-Undang pengelolaan sumberdaya alam sektoral yang telah berlaku, misalnya
UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; UU No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan,
dan UU No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan, maka
pola perencanaan menyeluruh
pengelolaan DAS tersebut di atas juga menjadi relevan, terutama peran yang akan dimainkan oleh Komisi DAS Nasional.
pengelolaan DAS tersebut di atas juga menjadi relevan, terutama peran yang akan dimainkan oleh Komisi DAS Nasional.
3.3. Proses Perencanaan Pengelolaan
DAS
Hal yang
penting diperhatikan dalam penyusunan rencana pengelolaan DAS adalah bahwa
perencanaan adalah suatu proses berulang (iterative process). Perencanaan
tersebut mengatur langkah-langkah atau aktivitas-aktivitas pengelolaan DAS yang
harus dilaksanakan termasuk rencana monitoring dan evaluasi (monev) terhadap
tujuan dan sasaran yang ditetapkan. Dengan demikian, dapat tercipta suatu
mekanisme umpan balik (feedback) terhadap keseluruhan rencana pengelolaan DAS
sehingga dapat dilakukan perbaikan terhadap rencana yang telah disusun (Gambar
3.1).
Gambar 3.1 Proses berulang
(iterative process) perencanaan Pengelolaan DAS
Perencanaan
pengelolaan DAS terpadu mempersyaratkan adanya beberapa langkah-langkah penting
sebagai berikut:
- Pengumpulan data yang ekstensif, didukung oleh strategi pengelolaan data yang terpadu, perlu dilaksanakan sebelum rencana pengelolaan DAS dirumuskan. Pengumpulan data ini terutama identifikasi karakteristik DAS yang, antara lain, mencakup batas dan luas wilayah DAS, topografi, geologi, tanah, iklim, hidrologi, vegetasi, penggunaan lahan, sumberdaya air, kerapatan drainase, dan karakteristik sosial, ekonomi dan budaya.
- Identifikasi permasalahan yang meliputi aspek penggunaan laha n, tingkat kekritisan lahan, aspek hidrologi, sosial ekonomi dan kelembagaan seperti terlihat pada Gambar 3.2. Prakiraan-prakiraan tentang kebutuhan sumberdaya alam (dan buatan) untuk beragam pemanfaatan perlu dilakukan dan dikaji potensi timbulnya konflik di antara pihak – pihak yang berkepentingan.
- Perumusan tujuan dan sasaran secara jelas, spesifik dan terukur dengan memperhatikan permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa dari ekosistem DAS, peraturan dan kebijakan pemerintah, adat istiadat masyarakat dan kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pengelolaan DAS.
- Identifikasi dan memformulasikan beberapa rencana kegiatan sebagai alternatif.
- Evaluasi alternatif kegiatan pengelolaan yang akan diimplementasikan sehingga dapat dihasilkan bentuk kegiatan yang paling tepat (secara teknis dapat dilaksanakan, secara sosial/politik dapat diterima, dan secara ekonomi terjangkau).
- Penyusunan rencana kegiatan/program pengelolaan DAS berupa usulan rencana yang dianggap paling memenuhi kriteria untuk tercapainya pembangunan yang berkelanjutan.
- Legitimasi dan sosiallisasi rencana yang telah disusun kepada pihak-pihak yang terkait. Dalam Gambar 3.1, mekanisme pelaksanaan pengelolaan DAS mempersyaratkan bahwa tahap perencanaan dan implementasi tidak boleh dipisahkan karena informasi yang diperoleh dari implementasi kegiatan dapat dimanfaatkan kembali sebagai umpan balik (feedback) untuk penyempurnaan rencana yang telah dibuat. Demikian pula, untuk setiap langkah pengelolaan dari mulai alternatif kegiatan hingga implementasi kegiatan perlu dilakukan monitoring dan evaluasi (review). Hal ini diperlukan sebagai umpan balik bertahap.
Gambar 3.2 Diagram Alir Garis Besar
Identifikasi Permasalahan DAS
Kegiatan
yang diusulkan dalam rencana disamping mendukung pencapaian tujuan kegiatan
pengelolaan DAS, juga harus memberikan gambaran yang jelas tentang:
a) Fungsi dan kedudukan kegiatan
dalam konteks pengelolaan DAS.
b) Manfaat yang diperoleh dengan
dilakukannya kegiatan.
c) Kurun waktu yang diperlukan dalam
melaksanakan kegiatan.
d) Cakupan wilayah untuk pelaksanaan
kegiatan.
e) Pelaksana kegiatan dan
kelembagaan yang diperlukan.
f) Pembiayaan termasuk sarana dan
prasara yang diperlukan.
g) Ketatalaksanaan/organisasi dan
mekanisme pelaksanaan kegiatan.
Rencana
kegiatan tersebut terinci pada masing-masing program dengan skala prioritas yang
jelas, dipilih sesuai dengan permasalahan yang menonjol pada DAS yang
bersangkutan. Misalnya kegiatan untuk pengelolaan ruang, lahan dan vegetasi,
kegiatan untuk menunjang pengelolaan sumberdaya air (water resources
management), dan kegiatan untuk pemberdayaan dan partisipasi masyarakat
(empowering and public participation).
Dalam
penyusunan rencana kegiatan pengelolaan DAS perlu mengintegrasikan dengan
rencana tata ruang dan penatagunaan tanah, mempertimbangkan hubungan daerah
hulu dan daerah hilir, serta aspek penanggungan biaya bersama (cost sharing).
Seperti telah dikemukakan di muka bahwa batas ekosistem DAS tidak selalu sama
(coincided) dengan batas administratif. Satu wilayah administratif secara
geografis dapat terletak pada satu wilayah DAS atau sebaliknya.
Apabila
hal ini terjadi, diperlukan identifikasi tentang wilayah administratif yang
termasuk/tidak termasuk dalam DAS yang menjadi kajian. Disamping itu, adanya
keterkaitan biofisik antara hulu dan hilir DAS perlu juga dilakukan
identifikasi, penentuan lokasi, kategori dan bentuk aktifitas pihak – pihak
yang berkepentingan dalam suatu DAS. Selanjutnya, dirumuskan kebijakan
pengelolaan DAS yang telah mempertimbangkan mekanisme, regulasi dan pengaturan
kelembagaan yang akan menerapkan prinsip-prinsip insentif dan disinsentif
terhadap pihak – pihak yang berkepentingan sesuai dengan kategori dan
kedudukannya dalam perspektif prinsip pembiayaan bersama (cost sharing
principle). Dengan demikian, pelaksanaan kegiatan konservasi tanah dan air di
bagian hulu DAS dapat dilaksanakan secara berkelanjutan dengan adanya biaya
dari pihak – pihak yang berkepentingan yang mendapat manfaat sebagai akibat
adanya kegiatan tersebut. Dengan mekanisme ini terjadi interaksi di antara
pihak – pihak yang berkepentingan di daerah hulu, tengah dan hilir DAS.
3.4 Hirarki Perencanaan Pengelolaan
DAS
Perencanaan
pengelolaan DAS dapat dibedakan berdasarkan jangka waktu dan tujuannya ke dalam
Rencana Jangka Panjang (15 tahun), Rencana Jangka Menengah (5 tahun) dan
Rencana Jangka Pendek (tahunan).
Rencana
jangka panjang bersifat umum dan strategis yang harus menggambarkan rencana
makro pengelolaan DAS terpadu dan memuat karakteristik DAS, permasalahan yang
dihadapi, tujuan, sasaran umum, kebijakan, strategi penanganan pemecahan masalah
secara terpadu. Rencana jangka panjang ini sebaiknya mengandung arahan
umum semua sektor yang terlibat dalam pengelolaan DAS seperti arahan umum
penggunaan lahan (tata ruang) berdasarkan kemampuan dan kesesuaian lahan,
arahan umum rehabilitasi dan konservasi tanah, arahan umum pengelolaan
sumberdaya air, urutan prioritas penanganan Sub-DAS dalam DAS yang bersangkutan
serta arahan umum pengembangan sosial ekonomi dan kelembagaan. Rencana
pengelolaan DAS terpadu ini merupakan “payung atau pengikat” bagi rencana-rencana
sektoral dalam DAS yang bersangkutan.
Rencana
Jangka Menengah lebih bersifat teknis pelaksanaan dari setiap sektor, misalnya
Rencana Induk Pengembangan sumberdaya Air atau Rencana Teknik Lapangan
Rehabilitasi hutan dan lahan (RHL). Rencana Teknik Lapangan RHL ini memiliki
output yang meliputi rekomendasi teknis kegiatan RHL, proyeksi kegiatan tahunan
RHL, analisis manfaat (finansial dan ekonomi), serta rencana monitoring dan
evaluasi. Satuan wilayah perencanaan pada rencana jangka menengah ini bisa
berupa DAS yang tidak terlalu luas atau suatu Sub DAS yang cukup luas dan
dipilih sebagai Sub DAS prioritas pada DAS yang sangat luas.
Rencana
Jangka Pendek (tahunan) dibuat sangat rinci dan dilengkapi dengan deskripsi
jenis, lokasi, volume, waktu dan biaya kegiatan secara rinci. Jenis rencana
jangka pendek misalnya Rencana Teknik Reboisasi, Rencana Teknik Penghijauan
yang biasanya ditindaklanjuti dengan rancangan kegiatan pembuatan tanaman,
pembuatan bangunan-bangunan fisik (check dam, drop structure, terrace).
3.5 Legitimasi dan Sosialisasi
Rencana Pengelolaan DAS
Agar
rencana yang dibuat dapat mengikat semua pihak yang berkepentingan untuk
mengimplementasikannya, maka penyusunan rencana harus melibatkan semua pihak
yang berkepentingan dan rencana yang dihasilkan harus berkekuatan hukum.
Misalnya, rencana dibuat dalam bentuk Keputusan Presiden atau Peraturan Daerah
(Perda). Jika rencana tersebut tidak dijadikan sebagai Keputusan Presiden atau
Peraturan Daerah yang utuh (tersendiri), maka dalam salah satu pasalnya Rencana
tersebut harus tercantum sebagai rujukan dalam pembangunan wilayah atau
pengelolaan sumberdaya alam DAS.
Karena
Rencana merupakan salah satu dasar tahap pelaksanaan pengembangan dan
pemanfaatan sumberdaya alam DAS, maka rencana yang telah ditetapkan tersebut
harus didistribusikan dan disosialisasikan kepada semua pihak yang
berkepentingan agar dapat diketahui, dipahami dan kemungkinan adanya
penyesuaian sebelum diimplementasikan sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan.
3.6 Ketidakpastian dalam Perencanaan
Pengelolaan DAS
Memprakirakan
kondisi yang akan datang berdasarkan data dan informasi yang telah dikumpulkan
telah menjadi kendala bagi para perencana pengelolaan DAS. Data atau informasi
yang akan digunakan untuk menyusun rencana mungkin tidak tersedia sama sekali,
atau kalau tersedia, bisa jadi telah kadaluwarsa, tidak lengkap, atau tidak
relevan dengan materi perencanaan.
Sejumlah
ketidakpastian yang berkaitan dengan data dan informasi tampaknya harus
dihadapi dalam proses penyusunan rencana pengelolaan DAS. Ketidakpastian
umumnya meliputi data iklim, masalah teknis, dan ketidakpastian masalah
sosial-ekonomi.
Ketidakteraturan
pola iklim telah mengakibatkan ketidakpastian prakiraan iklim untuk masa yang
akan datang. Pola curah hujan sangat bervariasi dari tahun ke tahun sehingga
seringkali sulit untuk melakukan prakiraan curah hujan secara tepat. Meskipun
sulit untuk melakukan prakiraan komponen iklim dengan akurasi yang tinggi,
tetapi prakiraan pola iklim yang akan terjadi perlu diantisipasi dan dijadikan
pertimbangan dalam menyusun rencana pengelolaan DAS. Hal yang perlu
diperhatikan dalam hal ini bahwa penyusunan rencana pengelolaan DAS sebaiknya
tidak didasarkan pada keadaan rata-rata karena adanya variabilitas untuk
masing- masing lokasi.
Ketidakpastian
yang bersifat teknis umumnya dijumpai dalam bentuk tidak memadainya pengetahuan
tentang hubungan keterkaitan teknis dalam hal aktivitas pengelolaan DAS.
Informasi yang akurat tentang dampak jenis vegetasi tertentu terhadap erosi di
suatu daerah dengan karakteristik iklim dan tanah tertentu seringkali belum
tersedia. Dengan latar belakang tersebut, dalam banyak hal, tim perencana
pengelolaan DAS hanya dapat menduga keluaran apa yang akan diperoleh dari
pengelolaan yang direncanakan, dan dengan demikian, mereka akan berhadapan
dengan ketidakpastian.
Apabila
dalam masalah teknis saja dijumpai adanya ketidakpastian, maka kadar
ketidakpastian dalam masalah sosial-ekonomi tentunya menjadi lebih besar. Data
dan informasi yang sering dimanfaatkan untuk perencanaan sosial seperti
kekayaan, kesejahteraan, pendapatan, tingkat pendidikan dan lain sebagainya,
untuk tempat-tempat tertentu, boleh jadi sulit untuk memperolehnya. Dalam
keadaan demikian, prakiraan variabel-variabel sosial untuk waktu yang akan
datang akan menghadapi tingkat ketidakpastian yang lebih besar.
Kekacauan
sosial dapat menciptakan ketidakstabilan sosial dan ekonomi dari suatu
masyarakat. Keadaan ini, pada gilirannya, dapat juga mengacaukan arah kebijakan
dan pengelolaan sumberdaya untuk masa-masa yang akan datang. Ia juga dapat
menciptakan ketidakpastian tentang peraturan-peraturan yang berkaitan dengan
sistem pemilikan tanah dan beberapa hak lain yang dimiliki oleh masyarakat.
Perencanaan
pengelolaan DAS, karena umumnya berkaitan dengan antisipasi kejadian jangka
panjang, maka ia akan lebih banyak menghadapi ketidakpastian. Untuk mengatasi
hal tersebut, berikut ini adalah beberapa strategi untuk menghadapi dan
menangani berbagai bentuk ketidakpastian yang muncul dalam perencanaan seperti
disarankan oleh Lundgren (1983):
- Salah satu pendekatan yang relevan digunakan untuk mengatasi keadaan ketidakpastian adalah dengan cara meningkatkan pemahaman terhadap situasi dunia atau lingkungan di sekeliling kita. Strategi yang harus dilaksanakan:
- Menunda keputusan sambil menunggu lebih banyak informasi yang dapat dimanfaatkan.
- Melakukan analisis sensitivitas (sensitivity analysis). Dengan melakukan pengamatan terhadap pengaruh perubahan asumsi (laju inflasi, discount rate, laju erosisedimentasi) secara sistematis, dapat diketahui dengan lebih baik bagaimana masalah ketidakpastian tersebut mempengaruhi hasil rencana/prakiraan yang dibuat. Dalam hal ini bagian-bagian kritis yang ada dalam skenario rencana yang dibuat dapat diidentifikasi, untuk kemudian dilakukan penyesuaian seperlunya.
- Membuat beberapa skenario (prakiraan) mengenai hal yang diharapkan terjadi pada waktu yang akan datang serta konsekuensi yang dihadapi.
- Cara lain untuk mengatasi ketidakpastian adalah dengan cara meningkatkan kelenturan (flexibility) pengelolaan dan organisasi sehingga tanggap terhadap adanya perubahan yang tidak terduga sebelumnya dan melakukan penyesuaian-penyesuaian. Strategi yang dapat dilakukan adalah sebaga i berikut:
- Monitoring dan evaluasi. Monitoring dan evaluasi yang dilakukan secara sistematis dan berlanjut. Dengan demikian, implementasi program pengelolaan DAS tidak terlalu terikat kaku pada rencana yang telah dibuat, melainkan tanggap terhadap variasi yang dijumpai di lapangan dan melakukan perubahan-perubahan yang diperlukan.
- Diversifikasi. Dalam menghadapi ketidakpastian tentang masa yang akan datang, salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan diversifikasi. Sebagai contoh, daripada merekomendasi hanya satu jenis vegetasi untuk memenuhi satu tujuan pengelolaan, penanaman beberapa jenis vegetasi untuk memenuhi beberapa tujuan adalah lebih baik.
- Rencana contingency. Pelaksanaan program di lapangan seringkali menyimpang dari rencana yang telah dibuat. Untuk mengantisipasi hal tersebut di atas, perlu dilakukan identifikasi tentang hal-hal (dalam rencana) yang diperkirakan akan mengalami penyimpangan. Kemudian tentukan konsekuensi apa yang dapat terjadi dan tindakan apa yang harus diambil apabila hal tersebut betul-betul terjadi.
- Strategi lain yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah ketidakpastian dalam perencanaan pengelolaan DAS adalah dengan mendorong berkembangnya inovasi terhadap pembangunan. Cara yang dapat ditempuh adalah menempatkan personil yang inovatif terhadap program pembangunan sebagai pelaksana program sehingga mereka diharapkan mampu memotivisir masyarakat yang terkait dengan program pengelolaan tersebut untuk berpartisipasi aktif dalam melaksanakan program pengelolaan DAS. Selain masalah tenaga pelaksana, rencana program itu sendiri harus sedemikian lentur sehingga memungkinkan berkembangnya kreativitas dan diversitas dalam pelaksanaan program di lapangan.
Beberapa
strategi yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah ketidakpastian dalam
merencanakan proyek pengelolaan DAS tersebut di atas hanyalah beberapa cara
yang dapat dikemukakan. Masih ada cara lain yang dapat dimanfaatkan. Namun
demikian, strategi apapun yang akan digunakan untuk mengatasi masalah
ketidakpastian, ada satu tantangan yang harus dicarikan jalan keluarnya, yaitu
bagaimana caranya untuk memasukkan atau menggabungkan strategi-strategi
tersebut dalam kerangka perencanaan pengelolaan DAS.
IV.
PENGORGANISASIAN PENGELOLAAN DAS
4.1 Pihak – pihak yang
berkepentingan dalam Pengelolaan DAS
Selama ini
sejumlah kegiatan dan proyek yang berkaitan dengan pengelolaan DAS telah
dilaksanakan oleh Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Kehutanan dan
Perkebunan, Departemen Pertanian, Departemen Dalam Negeri, Badan Pertanahan
Nasional, Departemen Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan, Departemen
Pertambangan dan Energi dan pihakpihak lainnya. Masing-masing instansi
mempunyai pendekatan yang berbeda dalam kegiatan pengelolaan DAS baik dalam
unit perencanaan maupun implementasinya sehingga dapat dikatakan bahwa
pengelolaan DAS merupakan hal yang sangat kompleks baik ditinjau dari banyaknya
pihak yang terlibat maupun aspek-aspek yang ada di dalam suatu DAS. Dengan
kondisi yang demikian maka dibutuhkan suatu sistem yang dapat menciptakan
percepatan dalam
pengelolaan DAS secara ideal.
pengelolaan DAS secara ideal.
Pengalaman
selama ini menunjukkan bahwa dalam menjalankan tugas dan fungsinya,
masing-masing lembaga tersebut cenderung bersifat sektoral, dan oleh karenanya,
seringkali terjadi tabrakan kepentingan (conflict of interest) antar lembaga
yang terlibat dalam pengelolaan DAS. Untuk menghindari terjadinya tabrakan
kepentingan, diperlukan klarifikasi dan identifikasi secara jelas tugas dan
wewenang masing-masing lembaga dalam menjalankan fungsinya. Selain masalah
tabrakan kepentingan, masalah lain yang umum terjadi dalam pengelolaan
sumberdaya yang melibatkan banyak lembaga adalah masalah kerjasama dan
koordinasi antar lembaga. Oleh karena itu, pengaturan kelembagaan dan regulasi
yang mengatur mekanisme kerja antar lembaga tersebut harus disiapkan dengan
matang sehingga dapat menghasilkan pola kerjasama dan koordinasi yang optimal.
Menyadari
adanya keterbatasan dalam hal kapasitas kelembagaan dan besarnya tingkat
kesulitan dalam melaksanakan pengaturan kelembagaan dalam pengelolaan DAS,
terutama dalam sistem pengelolaan yang mengandalkan pada pola kerjasama dan
koordinasi antar lembaga, maka hal pertama yang perlu dilakukan adalah:
a) Melakukan identifikasi dan
membuat daftar seluruh lembaga dan pihak yang berkepentingan dalam pelaksanaan
pengelolaan DAS termasuk mereka yang diprakirakan akan terkena dampak atas
pelaksanaan program pengelolaan DAS.
b) Melakukan identifikasi tugas dan
wewenang masing-masing lembaga dan pihak – pihak yang berkepentingan tersebut.
c) Merumuskan bentuk lembaga atau badan
pengelola DAS yang sesuai dengan karakteristik biogeofisik dan sosekbud serta
letak geografis DAS.
4.2 Wilayah Tanggungjawab
Lembaga-Lembaga yang Terkait
Pelaksanaan
pengelolaan DAS lazimnya melibatkan lebih dari satu lembaga (pemerintah dan
non-pemerintah) pelaksana. Untuk masing-masing lembaga (pemerintah) di dalamnya
terbagi lagi menjadi direktorat-direktorat yang mempunyai kewenangannya
masing-masing. Oleh karena itu, dalam perencanaan pengelolaan DAS harus
secara jelas disebutkan fungsi pokok termasuk kewenangan dan tanggung jawab
masing-masing organisasi pelaksana pengelolaan DAS. Secara spesifik, peran
masing-masing organisasi/lembaga tersebut dalam implementasi program
pengelolaan DAS termasuk kegiatan monitoring dan evaluasi harus secara jelas
disebutkan.
Penetapan
kewenangan bagi masing-masing organisasi/lembaga pengelola DAS tersebut harus
didasarkan pada fungsi masing-masing organisasi/lembaga. Hal ini penting untuk
diperhatikan karena dalam prakteknya masalah kewenangan antar lembaga ini seringkali
tumpang-tindih dan menjadi kendala bagi pengelolaan DAS yang pelaksanaannya
banyak menggunakan mekanisme koordinasi antar lembaga.
Dalam
pengelolaan DAS, ada lembaga tertentu memiliki tanggung jawab khusus untuk
suatu wilayah pengelolaan, misalnya pengurusan konservasi tanah dan air di
areal hutan menjadi tanggung jawab Departemen Kehutanan dan Perkebunan (c.q.
Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah). Konservasi tanah dan air di
lahan-lahan milik di lokasi yang berdekatan dengan hutan menjadi tanggung jawab
Departemen Dalam Negeri (Dinas Perhutanan dan Konservasi Tanah). Demikian pula,
pembagian kewenangan dan tanggung jawab dalam satu atau lebih departemen dapat
berbeda-beda, misalnya ada bagian yang menangani irigasi, pengendalian banjir,
pembangkit listrik tenaga air (hydropower), perikanan, pariwisata, dan
seterusnya.
Misalnya,
dalam program pengelolaan DAS akan dilaksanakan kegiatan-kegiatan pembuatan
jalan, dam pengendali sedimen, pembuatan reservoir untuk perikanan atau
pariwisata, saluran irigasi, penghijauan, dan seterusnya. Tampak bahwa
kegiatan-kegiatan pengelolaan DAS tersebut di atas akan melibatkan lebih dari
satu lembaga/ departemen, dan dengan demikian, juga kewenangan dan tanggung
jawabnya. Oleh karenanya, penetapan kewenangan yang didasarkan pada fungsi dari
masing-masing lembaga/departemen dan/atau masing-masing direktorat dalam satu
departemen menjadi penting. Tidak kalah pentingnya adalah mengupayakan bentuk
dan mekanisme koordinasi dan kooperasi yang dapat disepakati oleh seluruh pihak
– pihak yang berkepentingan, baik pada tingkat lokal, regional, dan nasional.
Meskipun disadari bahwa masalah koordinasi dan kooperasi antar lembaga tidak
mudah untuk dilaksanakan, butir-butir tersebut di bawah ini diharapkan dapat
membantu menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan aspek koordinasi dan
kooperasi antar lembaga:
a) Identifikasi seluruh
lembaga/organisasi yang akan dipengaruhi dan sekaligus memainkan peran dalam
program pengelolaan DAS.
b) Identifikasi wilayah kewenangan
masing- masing lembaga/ organisasi tersebut pada butir a).
c) Tentukan suatu mekanisme
koordinasi dan kooperasi antar lembaga pengelola DAS yang bersifat menyeluruh
dari hulu hingga hilir DAS serta mencakup keseluruhan lembaga/organisasi yang
terlibat dalam pengelolaan DAS termasuk kewenangan masingmasing
lembaga/organisasi berdasarkan fungsinya.
d) Nyatakan dengan jelas tanggung
jawab (termasuk aspek finansial) masing-masing lembaga/organisasi terhadap
masing-masing komponen program pengelolaan DAS.
4.3 Alternatif Bentuk Pengelola DAS
Bentuk
lembaga pengelola DAS dalam arti mempunyai tugas operasional dapat dipilih dari
tiga bentuk lembaga sebagai berikut:
- Badan Koordinasi
Sebagai koordinator adalah instansi yang berwenang mengkoordinasikan penyelenggaraan pengelolaan DAS. Pelaksana operasional dan pemeliharaan dilaksanakan oleh instansi fungsional terkait. - Badan Otorita
Badan ini dibentuk oleh pemerintah sebagai pelaksana dengan tugas mengurus dan mengusahakan pemberdayaan Daerah Aliran Sungai dengan kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh Dewan Air (Komisi DAS). - Badan Usaha
Badan Usaha (dalam bentuk BUMN atau BUMD) dibentuk oleh pemerintah atau Pemerintah Daerah yang ditugasi mengusahakan DAS sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Dewan Air (Komisi DAS).
4.4 Komisi DAS
Kebijakan
pengelolaan DAS yang meliputi aspek planning – programming – controling –
budgeting dilaksanakan oleh suatu kelompok kerja yang berbentuk Komisi DAS di
dalam struktur Dewan Sumberdaya Air (RUU Sumberdaya Air).
a. Tingkatan Komisi DAS.
Komisi DAS dibentuk dalam beberapa
tingkatan sebagai berikut:
- Lingkup Nasional (Komisi DAS Nasional) Berfungsi menetapkan atau merumuskan? Kebijakan, Strategi dan Program pengelolaan DAS pada tingkat Nasional.
- Lingkup Regional (Komisi DAS Propinsi) Berfungsi menetapkan atau merumuskan? Kebijakan, Strategi dan Program pengelolaan DAS pada tingkat Regional.
- Lingkup Lokal (Komisi DAS Daerah) Berfungsi menetapkan atau merumuskan? Kebijakan, Strategi, Program, Pelaksanaan dan Pembiayaan pengelolaan DAS pada tingkat Kabupaten/Kota.
b. Keanggotaan Komisi DAS.
Keanggotaan Komisi DAS tersebut
terdiri atas wakil seluruh pihak – pihak yang berkepentingan, yaitu:
- Komisi DAS Nasional: Wakil Departemen dan Lembaga Tinggi Negara terkait, Pakar/Pemerhati dan wakil pemanfaat untuk tingkat nasional.
- Komisi DAS Regional: Gubernur atau pejabat yang ditunjuk (sebagai Ketua), instansi yang mengurusi bidangbidang pengairan, kehutanan, pertanian dan pengendalian dampak lingkungan, instansi yang mengurusi perencanaan pembangunan (sebagai sekretaris), dengan anggota: Bupati/Walikota terkait, wakil pemanfaat (sesuai sektor masing-masing), pemuka masyarakat, pakar/pemerhati (dari Perguruan Tinggi) dan Lembaga Swadaya Masyarakat yang relevan di tingkat DAS yang bersangkutan.
- Komisi DAS Lokal: Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk (sebagai Ketua), instansi yang mengurusi bidang-bidang pengairan, kehutanan, pertanian dan pengendalian dampak lingkungan, instansi yang mengurusi perencanaan pembangunan daerah Kabupaten/Kota (sebagai Sekretaris), dengan anggota: wakil pemanfaat (sesuai sektor masing-masing), pemuka masyarakat, pakar/pemerhati (dari Perguruan Tinggi) dan Lembaga Swadaya Masyarakat ya ng relevan di tingkat DAS.
4.5 Koordinasi dalam Pengelolaan DAS
Telah
disebutkan di muka bahwa argumentasi perlunya pengelolaan terpadu DAS adalah
karena pengelolaan DAS mempersyaratkan pendekatan ekosistem. Pendekatan
ekosistem adalah kompleks karena melibatkan multi-sumberdaya (alam dan buatan),
multi-kelembagaan, multipihak yang berkepentingan, dan bersifat lintas batas
(administratif dan ekosistem). Dalam konteks Indonesia, pola pengelolaan DAS
yang akan diterapkan masih bertumpu pada mekanisme koordinasi dan kooperasi.
Oleh karenanya, koordinasi dalam pengelolaan DAS menjadi elemen penting untuk
terlaksananya pengelolaan DAS secara optimal. Pada bagian ini secara ringkas
akan dikemukakan prinsip-prinsip pengembangan sistem koordinasi pengelolaan
terpadu DAS.
Sistem
koordinasi pengelolaan DAS sebelum taun 2001 diatur dalam Keppres no 9 tahun
1999 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Kebijaksanaan Pendayagunaan Sungai dan
Pemeliharaan Kelestarian Daerah aliran Sungai. Akan tetapi Keppres tersebut
diganti dengan Kepres No.123 Tahun 2001 tentang Pembentukan Tim Koordinasi
Pengelolaan Sunmber Daya Air. Dalam Keppres 123 tersebut ditentukan bahwa
Ketua Tim Koordinasi adalah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Wakil
Ketua adalah Menteri Negara Perncnaan Pembangunan Nasional dan Ketua Harian
adalah Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah. Sedangkan anggotanya adalah
Menteri Dalam Negeri, Menteri Negara Lingkungan Hidup/Kepala Bapedal, Menteri
Pertanian, Menteri Kehutanan, Menteri Perhubungan, Menteri Kelautan dan
Perikanan, Menteri Kesehatan, Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Perdagangan,
dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.
Tim
Koordinasi Sumber Daya Air bertugas membantu Presiden dalam merumuskan
kebijakan nasional sumberdya air dan berbagai perangkat kebijakan lain yang
diperlukan dalam bidang sumberdaya air. Untuk melaksanakan tugas tersebut Tim
Koordinasi mempunyai fungsi :
a. Melakukan koordinasi perumusan
kebijakan pengelolaan sumbedaya air yang meliputi konservasi, pendayagunaan
sumber daya air dan pengendalian daya rusak;
b. Melakukan konsultasi internal dan
eksternal dengan semua pihak baik pemerintah maupun non-pemerintah dalam rangka
keterpaduan kebijakan dan pencegahan konflik antar sektor dan antar wilayah
dalam pengelolaan sumberdaya air;
c. Memberikan pertimbangan kepada
presiden mengenai pengelolaan sumberdaya air;
d. Memantau dan mengevaluasi
pelaksanaan kebijakan pengelolaan sumberdaya air;
e. Menyampaikan laporan perkembangan
penyelenggaraan kebijakan pengelolaan sumberdaya air kepada Presiden.
Penyelenggaraan
tugas dan fungsi Tim Koordinasi Pengelolaan Sumberdaya Air sehari-hari
dilaksanakan oleh Ketua Harian dibantu oleh Sekretariat Tim Koordinasi
Pengelolaan Sumberdaya Air yang diketuai oleh Sekretaris I Tim Koordinasi
Pengelolaan Sumberdaya Air yaitu Deputi Bidang Produksi, Perdagangan dan
Prasarana, Bappenas. Sekretariat Tim koordinasi ini terdiri dari Tim Pengarah,
Tim Pelaksana dan Tim Kerja yang keanggotaannya terdiri dari unsur-unsur
pemerintah dan non-pemerintah.
Fungsi
koordina si adalah proses pengendalian berbagai kegiatan, kebijakan, atau keputusan
berbagai organisasi/lembaga sehingga tercapai keselarasan dalam pencapaian
tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran umum yang telah disepakati bersama. Dengan
kata lain, pengertian koordinasi mencakup dua aspek penting, yaitu: (a)
koordinasi kebijakan dan (b) koordinasi kegiatan atau program.
Koordinasi
kebijakan secara umum menyerupai koordinasi dalam perumusan kebijakan dan
pengambilan keputusan. Telah disinggung di muka bahwa pengelolaan DAS
melibatkan beberapa departemen sektoral yang masing-masing departemen membuat
kebijakan pengelolaan sumberdaya sesuai dengan kepentingan sektornya
masing-masing. Keadaan ini mengakibatkan terjadinya tumpang-tindih kebijakan
dan bahkan tabrakan kepent ingan antar departemen sektoral.
Untuk
mencegah dan/atau menyelesaikan permasalahan tersebut perlu dilakukan
koordinasi. Dalam hal ini, koordinasi dalam perumusan kebijakan dapat dibedakan
menjadi:
a) Koordinasi kebijakan preventif,
yaitu pencegahan sedini mungkin kemungkinan terjadinya tabrakan kepentingan di
antara berbagai instansi yang terkait.
b) Koordinasi strategis, lebih
diarahkan kepada upaya penyelarasan antara suatu kebijakan tertentu dengan
kepentingan strategis pencapaian tujuan umum yang telah disepakati bersama.
Koordinasi program secara umum lebih
berkaitan dengan koordinasi kegiatan administrasi. Secara khusus koordinasi
program dibedakan menjadi:
a) Koordinasi administrasi
prosedural, pada umumnya diarahkan untuk menciptakan keselarasan berbagai
prosedur dan metode administratif. Tujuannya adalah untuk menciptakan efisiensi
administrasi dan konsistensi dalam mencapai tujuan akhir yang telah disepakati
bersama.
b) Koordinasi adminstrasi
substansial, pada umumnya diarahkan untuk menciptakan keselarasan kerja dan
kegiatan (sinergi), bagi setiap unit organisasi termasuk individual dalam
rangka tercapainya efisiensi, efektivitas, dan produktivitas pelaksanaan
kebijakan demi tercapainya tujuan akhir yang telah disepakati bersama.
Mengacu pada Kepres No. 123 Tahun 2001 dan Rancangan
Undang-Undang Sumberdaya Air (sedang disiapkan), maka koordinasi pengelolaan
DAS untuk tingkat nasional adalah bagian dari fungsi dan tugas pokok Tim
Koordinasi Pengelolaan Sumberdaya Air karena DAS dikategorikan sebagai bagian
sumber air selain Waduk, Rawa, dan badan sungai itu sendiri.
Dengan
fungsi dan tugas serta struktur tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa
Tim Koordinasi beserta pelaksananya di lapangan dapat klasifikasikan sebagai
pelaksana dalam pelaksanaan pengelolaan terpadu DAS. Sedangkan menurut
Rancangan Undang-Undang Sumberdaya Air, Komisi DAS Nasional secara struktural
berada di bawah koordinasi Dewan Nasional Sumberdaya Air. Komisi DAS yang
terdiri atas para pihak – pihak yang berkepentingan merupakan gabungan dari
wakil masyarakat, pakar (universitas), masyarakat industri/bisnis, anggota
parlemen bersifat sebagai pengguna/pemanfaat sumberdaya air.
Mekanisme
kerja antara Tim Koordinasi dan Komisi DAS bersifat kemitraan dimana dalam
proses penyusunan kebijakan, kriteria/standar, pedoman, Tim Koordinasi akan mendiskusikannya
dengan Komisi DAS Nasional. Dengan demikian, hasil penyusunan kebijakan,
pedoman, kriteria/standar dapat diterima semua pihak yang berkaitan dengan
pengelolaan DAS.
Untuk
mengoptimalkan pelaksanaan kebijakan pengelolaan sumberdaya air ditingkat
propinsi, Gubernur dapat membentuk Tim Koordinasi Prpinsi yang akan
mengkoordinasikan hasil penyusunan kebijakan, kriteria/standar, dan pedoman
yang telah dihasilkan Tim Koordinasi tingkat Nasional kepada dinas-dinas
terkait di tingkat propinsi. Selain itu, tugas ketua Tim Koordinasi Propinsi
adalah mengkoordinasikan mekanisme kerja pengelolaan DAS antar kabupaten/kota
dalam DAS lintas kabupaten. Dalam hal ini, sesuai dengan yang diatur dalam RUU
Sumberdaya Air, Gubernur dalam menjalankan tugas koordinasinya terhadap
dinas-dinas di lingkungan jurisdiksinya akan bekerja sama dengan Komisi DAS
Regional yang lebih berperan sebagai “pengawas” dari kinerja Tim Koordinasi
Regional
Pada
tingkat kabupaten/kota, Bupati/Walikota dapat membentuk Tim Koordinasi Pengelolaan
Sumberdaya Air Kabupaten, Bupati bisa sebagai koordinator bagi dinas-dinas
terkait di tingkat kabupaten/kota dalam DAS satu kabupaten/kota. Pada tingkat
ini, kinerja Tim Koordinasi Kabupaten akan dipantau oleh Komisi DAS Lokal.
Hubungan
kerja Tim Koordiansi Pengelolaan Sumberdaya Air Nasinal dengan Tim Koordiansi
tingkat Daerah bersifat konsultatif dan koordinatif.
4.6 Partisipasi Masyarakat dalam
Pengelolaan DAS
Secara
sederhana partisipasi masyarakat dapat diartikan sebagai upaya terencana untuk
melibatkan masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan dan pengambilan
keputusan.
Partisipasi
juga dapat diartikan sebagai suatu proses dimana pihak yang akan memperoleh
dampak (positif dan/atau negatif) ikut mempengaruhi arah dan pelaksanaan
kegiatan, tidak hanya menerima hasilnya.
a) Bentuk Partisipasi
Bentuk partisipasi masyarakat dapat
dibedakan menjadi empat macam, yaitu partisipasi dalam:
- Tahap pembuatan keputusan. Dalam hal ini, sejak awal masyarakat telah dilibatkan dalam proses perencanaan dan perancangan kegiatan serta dalam pengambilan keputusan atas rencana yang akan dilaksanakan.
- Tahap implementasi. Keterlibatan masyarakat juga diupayakan pada tahap pelaksanaan kegiatan. Dengan demikian, masyarakat dapat mengontrol bagaimana kegiatan dilaksanakan di lapangan.
- Tahap evaluasi. Evaluasi secara periodik umumnya dilaksanakan pada tahap pelaksanaan dan pada akhir pelaksanaan kegiatan.
- Partisipasi untuk memperoleh manfaat suatu kegiatan.
b). Tingkatan partisipasi masyarakat
Ditinjau
dari tingkatannya, partisipasi masyarakat dapat dibedakan sebagai berikut:
Tingkatan Partisipasi Lingkup Keterlibatan Derajat Pembagian Wewenang
- Manipulasi Tercatat sebagai anggota Wewenang mutlak pada initiator kebijakan
- Menginformasikan Hak dan pilihan masyarakat diidentifikasi Wewenang dominan pada initiator kebijakan/program
- Konsultasi Pendapat masyarakat didengar, tetapi belum tentu ditindaklanjuti Wewenang dominan pada initiator kebijakan/program
- Kemitraan Saran/pendapat masyarakat dinegosiasikan Wewenang terdistribusikan secara proporsional di antara pihak – pihak yang berkepentingan
- Delegasi wewenang Masyarakat diberi wewenang mengelola sebagian atau seluruh bagian program Wewenang ada pada masyarakat
- Kontrol masyarakat dominan dalam merancang dan memutuskan program Wewenang mutlak pada masyarakat. Dengan adanya tingkatan-tingkatan partisipasi masyarakat seperti tersebut pada tabel di atas, maka perlu diupayakan agar partisipasi masyarakat tidak hanya sekedar berbentuk keterlibatan semu yang dikategorikan sebagai tingkat partisipasi manipulasi, dimana pada dasarnya tidak ada partisipasi masyarakat, melainkan diupayakan untuk tercapainya tingkat partisipasi dimana masyarakat memiliki wewenang yang cukup dalam kemitraan antara masyarakat dan pemerintah/non-pemerintah sebagai initiator kebijakan/program.
Untuk
mencapai tingkat partisipasi yang tinggi, berikut ini adalah beberapa elemen
kunci yang perlu dipertimbangkan:
- Kompatibilitas yang didasarkan atas kepercayaan dan saling menghargai di antara partisipan.
- Manfaat bagi seluruh partisipan yang terlibat.
- Wewenang dan keterwakilan yang sederajat. Tingkat partisipasi akan melemah apabila ada sebagian pihak yang terlalu mendominasi, sementara sebagian lainnya tidak mempunyai wewenang sama sekali.
- Mekanisme komunikasi yang baik harus dibangun secara internal di antara partisipan dan dengan pihak luar yang relevan.
- Adaptif terhadap berbagai perubahan yang mungkin terjadi.
- Integritas, kesabaran dan ketekunan harus diciptakan di antara partisipan.
c) Metode Partisipasi
Pengelolaan
DAS dengan pendekatan partisipatif akan melibatkan beberapa pihak yang
berkepentingan dalam perencanaan maupun implementasinya, diantaranya adalah
masyarakat. Salah satu metode pendekatan partisipatif adalah Participatory
Rural Appraisal (PRA), metoda yang dirancang untuk memungkinkan masyarakat/
responden melakukan penelitian atas persoalan yang dihadapinya untuk kemudian
memecahkan masalah menurut persepsi dan cara mereka sendiri dengan atau tanpa
bantuan pihak lain.
BAB
V IMPLEMENTASI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
Pengelolaan
Terpadu DAS pada dasarnya merupakan pengelolaan partisipasi berbagai sektor/sub
sektor yang berkepentigan dalam pemanfaatan sumberdaya alam pada suatu DAS,
sehingga di antara mereka saling mempercayai, ada keterbukaan, mempunyai rasa
tanggung jawab dan saling mempunyai ketergantungan (inter-dependency). Demikian
pula dengan biaya kegiatan pengelolaan DAS, selayaknya tidak lagi seluruhnya
dibebankan kepada pemerintah tetapi harus ditanggung oleh semua pihak yang
memanfaatkan dan semua yang berkepentingan dengan kelestariannya.
Untuk
dapat menjamin kelestarian DAS, pelaksanaan pengelolaan DAS harus mengikuti
prinsip-prinsip dasar hidrologi. Dalam sistem ekologi DAS, komponen masukan
utama terdiri atas curah hujan sedang komponen keluaran terdiri atas
debit aliran dan muatan sedimen, termasuk unsur hara dan bahan pencemar di
dalamnya. DAS yang terdiri atas komponen-komponen vegetasi, tanah, topografi,
air/sungai, dan manusia berfungsi sebagai prosesor.
Berikut
ini adalah kegiatan yang relevan dengan pengelolaan DAS untuk menjamin
kelestarian serta adanya peran para pengelola yang terlibat.
5.1 Pengelolaan Daerah Tangkapan Air
(catchment area)
Sesuai
dengan rencana makro, rencana kerja jangka menengah dan tahunan konservasi
Daerah Tangkapan Air (DTA/catchment area), Dinas/instansi terkait dan
masyarakat, sebagai pelaksana pengelolaan sumberdaya alam di DAS melaksanakan
kegiatan pemanfaatan dan konservasi DTA.
Bentuk
kegiatan pemanfaatan dan konservasi sumberdaya alam di DTA diutamakan untuk
meningkatkan produktivitas lahan dalam memenuhi kebutuhan barang dan jasa bagi
masyarakat dan sekaligus memelihara kelestarian ekosistem DAS. Kegiatan
tersebut dilakukan melalui tataguna lahan (pengaturan tataruang), penggunaan
lahansesui dengan peruntukannya (kesesuaian lahan, rehabilitasi hutan dan lahan
yang telah rusak, penerapan teknik-teknik konservasi tanah, pembangunan
struktur untuk pengendalian daya rusak air, erosi dan longsor. Dilakukan pula
kegiatan monitoring kondisi daerah tangkapan air dan evaluasi terhadap
pelaksanaan rencana pengelolaan DAS.
5.2 Pengelolaan Sumberdaya Air
5.2.1 Manajemen Kuantitas Air
(Penyediaan Air)
a. Pembangunan Sumberdaya Air
Menyiapkan
rencana induk pengembangan sumberdaya air termasuk di dalamnya neraca air, yang
melibatkan berbagai instansi terkait serta melaksanakan pembangunan prasarana
pengairan (sesuai dengan penugasan yang diberikan) dalam rangka mengoptimalkan
pemanfaatan sumberdaya air.
b. Prediksi Kekeringan
Melakukan
pemantauan dan pengolahan data hidrologis, membuat prediksi kemungkinan
terjadinya kekeringan (mungkin menggunakan fasilitas telemetri dan bantuan
simulasi komputer yang dihubungkan dengan basis data nasional dan
internasional).
c. Penanggulangan Kekeringan
Secara
aktif bersama Dinas/Instansi terkait dalam Satkorlak-PBA melakukan upaya
penanggulangan pada saat terjadi kekeringan yang tidak dapat terelakkan.
d. Perijinan Penggunaan Air
Memberikan
rekomendasi teknis atas penerbitan ijin penggunaan air dengan memperhatikan
optimasi manfaat sumber daya yang tersedia.
e. Alokasi Air
Menyusun
konsep pola operasi waduk/alokasi air untuk mendapatkan optimasi pengalokasian
air.
f. Distribusi Air
Melakukan
pengendalian distribusi air bersama Dinas/Instansi terkait dengan bantuan
telemetri untuk melaksanakan ketetapan alokasi air.
5.2.2 Manajemen Kualitas Air
a. Perencanaan Pengendalian Kualitas
Air
Bersama
Dinas/Instansi terkait menyiapkan rencana induk dan program kerja jangka
menengah dan tahunan pengendalian pencemaran air dan peningkatan kualitas air.
b. Pemantauan dan Pengendalian
Kualitas Air
Berdasarkan
rencana induk, melakukan pemantauan dan pengendalian kualitas air yang
melibatkan berbagai instansi terkait. Pemantauan dilakukan secara periodik
(baik kualitas air sungai maupun buangan limbah cair yang dominan) dan
melaksanakan pengujian laboratorium serta evaluasi terhadap hasil uji tersebut.
Rekomendasi diberikan kepada Pemerintah Daerah (Gubernur maupun Bapedalda)
dalam upaya pengendalian pencemaran air, penegakan aturan dan peningkatan
kualitas air sungai.
c. Penyediaan Debit Pemeliharaan
Sungai
Berdasarkan
pola operasi waduk dan/atau kondisi lapangan, dapat disediakan sejumlah debit
pemeliharaan sungai setelah mendapatkan pengesahan alokasi dari Dewan DAS
Propinsi.
d. Peningkatan Daya Dukung Sungai
Pelaksanaan
peningkatan daya dukung sungai dengan melaksanakan upaya pengendalian di
instream (penggelontoran, penyediaan debit pemeliharaan, peningkatan kemampuan
asimilasi sungai) dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan pengendalian di
off-stream (pada sumber pencemar) melalui instrumen hukum maupun instrumen
ekonomi di samping melaksanakan kegiatan penyuluhan untuk meningkatkan kontrol
sosial dari masyarakat.
e. Bersama dengan instansi/dinas
terkait menyelenggarakan koordinasi penyiapan program dan implementasi
pengendalian pencemaran dan limbah domestik, industri dan pertanian.
5.3 Pemeliharaan Prasarana Pengairan
a. Pemeliharaan Preventif
Melakukan
pemeliharaan rutin, berkala dan perbaikan kecil untuk mencegah terjadinya
kerusakan prasarana pengairan yang lebih parah.
b. Pemeliharaan Korektif
Melakukan
perbaikan besar, rehabilitasi dan reaktifikasi dalam rangka mengembalikan atau
meningkatkan fungsi prasarana pengairan.
c. Pemeliharaan Darurat
Melakukan
perbaikan sementara yang harus dilakukan secepatnya karena kondisi
mendesak/darurat (karena kerusakan banjir dsb- nya).
d. Pengamatan Instrumen Keamanan
Bendungan
Melakukan
pengamatan instrumen keamanan bendungan (phreatic line, pore pressure dan
lainlain) serta menganalisis hasil pengamatan tersebut untuk mengetahui adanya
penurunan (settlement), rembesan (seepage) atau perubahan ragawi lainnya
terhadap bendungan.
5.3 Pengendalian Banjir
a. Pemantauan dan Prediksi Banjir
Melakukan
pemantauan dan pengolahan data hidrologis, membuat prediksi iklim, cuaca dan
banjir dengan menggunakan fasilitas telemetri dan bantuan simulasi komputer yang dihubungkan dengan basis data nasional dan internasional.
banjir dengan menggunakan fasilitas telemetri dan bantuan simulasi komputer yang dihubungkan dengan basis data nasional dan internasional.
b. Pengaturan (distribusi) dan
Pencegahan Banjir
Menyiapkan
pedoman siaga banjir yang berlaku sebagai SOP (Standard Operation Procedure)
pengendalian banjir yang dipergunakan oleh seluruh instansi terkait.
Pengendalian banjir dilakukan melalui pengaturan operasi waduk untuk menampung
debit banjir, dan pengaturan bukaan pintu air guna mendistribusikan banjir
sehingga dapat dikurangi/dihindari dari bencana akibat banjir.
c. Penanggulangan Banjir
Berpartisipasi
secara aktif bersama Dinas/Instansi terkait dalam Satkorlak-PBA melakukan
upaya penanggulangan pada saat terjadi banjir yang tidak dapat terelakkan.
upaya penanggulangan pada saat terjadi banjir yang tidak dapat terelakkan.
d. Perbaikan Kerusakan Akibat Banjir
Bersama
instansi terkait melakukan perbaikan atas kerusakan akibat terjadinya bencana
banjir yang tidak terelakkan.
5.4 Pengelolaan Lingkungan Sungai
a. Perencanaan Peruntukan Lahan
Daerah Sempadan Sungai
Bersama
dinas/instansi terkait menyusun penetapan garis sempadan dan rencana peruntukan
lahan daerah sempadan sungai sesuai dengan Rencana detail Tata Ruang Daerah dalam
rangka pengamatan fungsi sungai.
lahan daerah sempadan sungai sesuai dengan Rencana detail Tata Ruang Daerah dalam
rangka pengamatan fungsi sungai.
b. Pengendalian Penggunaan Lahan
Sempadan Sungai
Melakukan
pengendalian dan penertiban penggunaan lahan di daerah sempadan sungai
bersama dinas/instansi terkait.
bersama dinas/instansi terkait.
c. Pelestarian biota air
Mengupayakan
peningkatan kondisi sungai yang kondusif untuk pertumbuhan biota air.
d. Pengembangan pariwisata, olah
raga, dan trasnportasi air
Mengembangkan
pemanfaatan sungai dan waduk untuk keperluan wisata, olah raga, dan
transportasi air bekerja sama dengan pihak-pihak terkait.
transportasi air bekerja sama dengan pihak-pihak terkait.
5.6 Pemberdayaan Masyarakat
a. Program penguatan ekonomi
masyarakat melalui pengembangan perdesaan, sehingga pendapatan petani
meningkat.
b. Program pengembangan pertanian
konservasi, sehingga dapat berfungsi produksi dan pelestarian sumber daya tanah
dan air.
c. Penyuluhan dan transfer teknologi
untuk menunjang program pertanian konservasi dan peningkatan kesadaran
masyarakat untuk berpartisipasi dalam upaya pengelolaan DAS.
d. Pengembangan berbagai bentuk
insentif (rangsangan) baik insentif langsung maupun tidak langsung, dalam
bentuk bantuan teknis, pinjaman, yang dapat memacu peningkatan produksi pertanian
dan usaha konservasi tanah dan air.
e. Upaya mengembangkan kemandirian
dan memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah, sehingga mampu
memperluas keberdayaan masyarakat dan berkembangnya ekonomi rakyat.
f. Memonitor dan evaluasi terhadap
perkembangan sosial ekonomi masyarakat, serta tingkat
kesadaran masyarakat dalam ikut berperan serta dalam pengelolaan DAS.
kesadaran masyarakat dalam ikut berperan serta dalam pengelolaan DAS.
BAB
VI MONITORING DAN EVALUASI
Selain
sebagai sistem ekologi yang bersifat kompleks, DAS juga dapat dianggap sebagai
sistem hidrologi. Sebagai suatu sistem hidrologi, maka setiap ada masukan
(input) ke dalam sistem tersebut dapat dievaluasi proses yang telah dan sedang
berlangsung dengan melihat keluaran (output) dari sistem. Dalam sistem
hidrologi DAS, komponen masukan terdiri atas curah hujan sedang komponen
keluaran terdiri atas debit aliran dan muatan sedimen, termasuk unsur hara dan
bahan pencemar di dalamnya. DAS yang terdiri atas komponen-komponen vegetasi,
tanah, topografi, air/sungai, dan manusia dalam hal ini berlaku sebagai
prosesor.
Ekosistem
DAS, terutama DAS bagian hulu merupakan bagian yang penting karena mempunyai
fungsi perlindungan terhadap keseluruhan bagian DAS. Perlindungan ini, antara
lain, dari segi fungsi tata air. Aktivitas perubahan tataguna lahan dan/atau cara
bercocok tanam yang dilaksanakan di daerah hulu dapat memberikan dampak di
daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit air dan transpor sedimen
serta material terlarut lainnya. Oleh adanya bentuk keterkaitan daerah hulu-
hilir seperti tersebut di atas, maka kondisi biofisik dan sosek suatu DAS dapat
dimanfaatkan sebagai variabel monitoring dan evaluasi pengelolaan sumberdaya
air. Lebih spesifik, hubungan antara indikator masukan (a.l., curah hujan) dan
indikator keluaran (a.l., debit aliran, muatan sedimen, bahan pencemar) dari
suatu DAS dapat dimanfaatkan untuk analisis dampak suatu aktivitas pembangunan
terhadap lingkungan (hidrologi) di lokasi berlangsungnya aktivitas pembangunan
(on-site) dan, terutama pengaruhnya di daerah hilir (off-site).
Monitoring
didefinisikan sebagai aktivitas pengamatan yang dilakukan secara terus-menerus
atau secara periodik terhadap pelaksanaan salah satu atau beberapa program
pengelolaan DAS untuk menjamin bahwa rencana-rencana kegiatan yang diusulkan,
jadwal kegiatan, hasil-hasil yang diinginkan dan kegiatan-kegiatan lain yang
diperlukan dapat berjalan sesuai dengan rencana.
Karena
maksud dilakukannya monitoring adalah untuk memperoleh kinerja pelaksanaan
kegiatan secara efektif dan efisien, dalam hal ini merupakan bagian dari
keseluruhan sistem manajemen informasi. Sedangkan evaluasi didefinisikan
sebagai suatu proses yang berusaha untuk menentukan relevansi, efektivitas dan
dampak dari aktivitas-aktivitas yang dilaksanakan untuk mencapai sasaran yang
telah ditentukan. Dengan demikian, evaluasi kegiatan/proyek pengelolaan DAS
merupakan suatu proses pengorganisasian dan alat manajemen yang berorientasi
pada aktivitas-aktivitas proyek yang perlu dilaksanakan untuk memperbaiki
kinerja kegiatan-kegiatan proyek yang sedang berjalan serta memperbaiki
perencanaan dan proses pengambilan keputusan pada masa-masa yang akan datang.
Untuk
memperbaiki kinerja proyek pengelolaan DAS, komponen-komponen monitoring dan
evaluasi perlu diintegrasikan dalam rencana pengelolaan DAS karena dengan cara
ini kelompok sasaran (target group) dalam proyek diharapkan akan memperoleh
keuntungan yang lebih besar pada waktu yang telah ditentukan. Dengan kata lain,
untuk memperoleh hasil monitoring dan evalusi seperti yang diharapkan, maka
kegiatan-kegiatan monitoring dan evaluasi harus dapat memenuhi
persyaratan-persyaratan sebagai berikut: (1) tepat waktu, (2) efektif dalam
pembiayaan termasuk keterlanjutan dana, (3) mampu mencakup wilayah dan komponen
kegiatan proyek secara maksimum, (4) kesalahan dalam prosedur monitoring dan
evaluasi diusahakan seminimal mungkin, dan (5) mengurangi segala bentuk
subyektivitas dalam melaksanakan monitoring dan evaluasi.
Untuk
memperoleh data dan informasi yang dapat memberikan gambaran menyeluruh
mengenai perkembangan keragaan DAS, maka diperlukan kegiatan monitoring dan
evaluasi DAS, yang ditekankan pada aspek tata air, perubahan penggunaan lahan
dan sosial ekonomi.
6.1 Tujuan Monitoring dan Evaluasi
Tujuan
utama monitoring dan evaluasi adalah memperoleh data dan informasi kondisi
sumberdaya DAS yang dapat dimanfaatkan dalam penetuan kebijakan, perencanaan
dan pelaksanaan program pengelolaan DAS, terutama pola pengelolaan yang
bersifat holistik/integratif mencakup wilayah hulu-hilir DAS. Program
monitoring dan evaluasi juga dianggap penting mengingat bahwa masih banyak
pengambil keputusan dalam pengelolaan DAS yang belum menyadari bahwa solusi
bagi kebanyakan permasalahan DAS adalah dengan memanfaatkan hasil monitoring
dan evaluasi dalam sistem perencanaan pengelolaan DAS.
Pengalaman
selama ini menunjukkan bahwa pada banyak kasus, kebijakan pengelolaan DAS
termasuk penyusunan prioritas penanganan masalah yang timbul sebagai akibat
aktivitas pengelolaan belum banyak memanfaatkan data yang berasal dari program
monitoring dan evaluasi. Apabila dalam rencana program pengelolaan DAS telah
disertai dengan program monitoring dan evaluasi, seringkali data/informasi yang
dikumpulkan tidak secara langsung berkaitan atau menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang relevan dengan kebijakan pengelolaan yang telah dan akan dirumuskan. Oleh
karena itu, diperlukan sistem monitoring dan evaluasi termasuk sistem manajemen
data.
6.2 Monitoring dan Evaluasi
Penggunaan Lahan
Kegiatan
ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran mengenai perubahan penggunaan lahan
pada suatu DAS/Sub-DAS. Data yang dikumpulkan dalam monitoring penggunaan lahan
adalah luas masing-masing jenis penggunaan dan penutupan lahan. Tujuan
monitoring penggunaan lahan adalah untuk mengetahui perubahan pemanfaatan lahan
dan perubahan luas masing-masing jenis penggunaan dan penutupan lahan. Evaluasi
penggunaaan lahan terutama untuk melihat hubungannya dengan dampak terhadap
erosi, sedimentasi, produktivitas lahan dan sosial ekonomi masyarakat.
6.3 Monitoring dan Evaluasi Tata Air
Monitoring
tata air salah satunya dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan kuantitas,
kualitas dan kontinuitas aliran air dari DAS/Sub-DAS bersangkutan setelah
dilaksanakan kegiatan atau program-program pengelolaan DAS.
Data yang dikumpulkan, antara la in:
a) Data curah hujan; diperoleh dari
stasiun pencatat hujan yang ada di wilayah kerja.
b) Data besarnya aliran air sungai (debit sungai) diperoleh dari outlet DAS/Sub DAS.
c) Data kualitas air terutama kandungan lumpur terlarut (suspended sediment).
b) Data besarnya aliran air sungai (debit sungai) diperoleh dari outlet DAS/Sub DAS.
c) Data kualitas air terutama kandungan lumpur terlarut (suspended sediment).
Evaluasi
tata air didasarkan pada hasil analisis terhadap debit sungai maksimum dan
minimum hingga dapat diketahui nilai koefisien rejim sungai (KRS)-nya, hasil
perhitungan muatan sedimen sungai sehingga dapat dipakai untuk memperkirakan
erosi yang terjadi, membandingkan antara debit sungai dengan curah hujan,
sehingga dapat diketahui perubahan koefisien run-off dari tahun ke tahun.
6.4 Monitoring dan Evaluasi
Sosial-Ekonomi
Kegiatan
ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang pengaruh dan hubungan timbal
balik antara faktor-faktor sosial ekonomi dengan kondisi sumberdaya alam (tanah
dan air) di dalam DAS. Data yang dikumpulkan dalam monitoring sosial ekonomi
mencakup kependudukan dan aspek sosial ekonomi seperti pendapatan, perilaku,
pendidikan, persepsi, dan mata pencaharian. Sasaran yang ingin dicapai adalah
mengetahui perubahan kondisi sosial ekonomi sebelum ada program pengelolaan DAS
dan setelah adanya kegiatan- kegiatan pengelolaan sumberdaya alam seperti
rehabilitasi hutan dan lahan baik secara vegetativ maupun secara sipil teknis.
6.5 Evaluasi DAS
Kegiatan
evaluasi untuk mengetahui tingkat keberhasilan ataupun kegagalan dan aktivitas
pengelolaan DAS baik dari aspek fisik, sosial ekonomi, maupun kelembagaan.
Tujuan evaluasi DAS untuk menilai tingkat kinerja dan keragaan (performance)
pengelolaan DAS. Tolok ukur yang dipakai untuk penilaian adalah perubahan yang
terjadi pada aspek-aspek tersebut, sejak saat perencanaan dan setelah
implementasi, yang antara lain meliputi :
a) Perubahan karakteristik hidrologi
DAS, seperti debit rata-rata, debit puncak, maksimum dan minimum, koefisien
limpasan, produksi dan kualitas air, sedimen terangkut yang keluar dari DAS.
b) Perubahan tataguna lahan yang
mencakup perubahan pemanfaatan lahan, dari segi produksinya dan juga tingkat
konservasinya.
c) Perubahan sosial ekonomi
masyarakat misalnya pendapatan dan persepsi terhadap pengelolaan/konservasi
sumberdaya alam tanah dan air dan partisipasi masyarakat terhadap usaha-usaha
pengelolaan DAS.
BAB
VII KRITERIA DAN INDIKATOR PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
Kriteria
pengelolaan terpadu Daerah Aliran Sungai adalah ukuran yang menjadi dasar
penilaian tingkat keberhasilan dalam perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, dan pengendalian dalam optimalisasi pemanfaatan sumberdaya dalam
DAS yang berkelanjutan. Indikator pengelolaan DAS yang berkelanjutan adalah
alat pemantau yang dapat memberikan petunjuk untuk mengukur tingkat
keberhasilan pelaksanaan pengelolaannya.
7.1 Kriteria dan Indikator Kinerja
DAS
Dalam
pedoman pengelolaan DAS, kriteria dan indikator kinerja DAS perlu ditentukan
karena keberhasilan maupun kegagalan hasil program pengelolaan DAS dapat
dimonitoring dan dievaluasi melalui kriteria dan indikator yang ditentukan
khusus untuk maksud tersebut. Perlu ditekankan bahwa kriteria dan indikator
yang diusulkan seharusnya bersifat sederhana dan cukup praktis untuk
dilaksanakan, terukur, dan mudah difahami terutama oleh para pengelola DAS dan
pihak lain yang mempunyai kepentingan terhadap program pengelolaan DAS. Tabel
7.1 menunjukkan kriteria dan indikator untuk menentukan kinerja DAS.
Penetapan
kriteria dan indikator kinerja DAS diupayakan agar relevan dengan tujuan
penetapan kriteria dan indikator dan diharapkan mampu menentukan bahwa program
pengelolaan DAS dianggap berhasil atau kurang/tidak berhasil. Dengan kata lain,
status atau “kesehatan” suatu DAS dapat ditentukan dengan menggunakan
kriteria-kriteria kondisi tata penggunaan lahan, sosialekonomi, dan kriteria
kelembagaan. Tabel 7.1. menunjukkan kriteria dan indikator yang digunakan untuk
menentukan status “kesehatan” DAS termasuk parameter yang digunakan.
Pada Tabel
7.1. untuk menentukan kinerja suatu DAS dari aspek tata air, maka diperlukan
indikator- indikator: debit aliran, kandungan sedimen dan bahan pencemar
lainnya, dan nisbah hantar sedimen (Sediment Delivery Ratio). Untuk masing-
masing indikator tersebut di atas, ditentukan parameternya, misalnya parameter
untuk debit aliran sungai adalah data serial debit aliran sungai. Dengan cara
yang sama, kinerja suatu DAS ditentukan berdasarkan kriteria-kriteria
penggunaan lahan, kriteria sosial-ekonomi, dan kriteria kelembagaan.
7.2 Kriteria Pengelolaan DAS
Pengelolaa
DAS yang berkelanjutan mempersyaratkan dipenuhinya criteria dan indicator untuk
setiap komponen/aktivitas pengelolaan DAS yang terdiri atas perencanaan,
pengorganisasian, implementasi, da monitoring dan evaluasi (monev). Untuk
masing-masing komponen pengelolaa DAS tersebut diatas, criteria yang digunakan
dan dianggap relevan untuk menentukan tercapainya pengelolaan DAS yang
berkelanjutan adalah :
a.Ekosistem
b.Kelembagaan
c.Teknologi
d Pendanaan
b.Kelembagaan
c.Teknologi
d Pendanaan
7.2.1. Aktivitas Perencanaan
Kriteria
untuk perencanaan yang disusun dalam rangka pengelolaan terpadu DAS terdiri
dari :
a) Telah digunakannya pendekatan
ekosistem, artinya perencanaan bersifat menyeluruh dan mencakup sub komponen
dalam ekosistem DAS yang dikelola.
b) Telah memadukan perencanaan
pengembangan hulu dan hilir, pengembangan sumberdaya air dan konservasi DAS.
c) Perencanaan didasarkan pada
optimalisasi teknologi, organisasi dan sumberdaya yang potensial termasuk
pendanaannya.
d) Telah mempertimbangkan daya
dukung kelembagaan dan kebijakan baik nasional, regional maupun daerah/lokal.
Tabel
7.1 Kriteria dan Indikator “kesehatan” DAS
7.2.2 Aktivitas Pengorganisasian
Pengorganisasian
dimaksudkan agar pelaksanaan kegiatan pengelolaan DAS lebih efektif dan
efisien, dalam arti masing-masing pihak yang terlibat dapat menjalankan
tugasnya dengan baik dan bertanggungjawab. Untuk itu diperlukan kriteria
manajemennya, yaitu :
a)Dikembangkan pengorganisasian yang
melibatkan seluruh stakeholder.
b)Dijalankannya sistem koordinasi
yang efektif menurut bentuk kegiatan dan sistem informasinya.
c)Dikembangkannya sistem koordinasi
interdependensi sehingga tercipta kerja antar stakeholder yang
bersinergis.
7.2.3 Aktivitas Implementasi
Pada tahap pelaksanaan
program-program yang dirancang haruslah menunjukkan adanya :
a)Optimasi pemanfaatan sumberdaya secara
efisien.
b) Dorongan pelaksanaan konservasi
sumberdaya alam dalam DAS
c) Meningkatnya peran stakeholder
dan kelembagaan yang terlibat.
7.2.4. Aktivitas
Pengawasan/Pengendalian Pengelolaan DAS
Karena
pengelolaan DAS bertujuan kearah keberlanjutan pembangunan (sustainable
development) dengan asas keterpaduan, maka pengendalian dapat ditunjukkan oleh
:
a) Pengendalian/pengawasan melekat,
secara bersama (sharing control) dan kemitraan (partnership control).
b) Hasil monitoring teranalisis dan
evaluasi telah digunakan untuk peninjauan kebijakan dan perencanaan program
lanjutan.
c) Mendorong partisipasi dan
pengawasan publik dalam aktivitas monitoring dan evaluasi.
Uraian di
atas menunjukkan bahwa kriteria dan indikator memainkan peran penting bagi
tercapainya pengelolaan DAS yang berkelanjutan. Uraian kriteria dan indikator
yang lebih lengkap dan menyeluruh ditunjukkan oleh Tabel 7.2.
Tabel 7.2
menunjukkan bahwa pengelolaan DAS yang berkelanjutan mempersyaratkan
dipenuhinya kriteria dan indikator untuk setiap komponen/aktivitas pengelolaan
DAS yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, implementasi, dan
monitoring dan evaluasi (monev). Untuk masing-masing komponen pengelolaan DAS
tersebut di atas, kriteria yang digunakan dan dianggap relevan untuk menentukan
tercapainya pengelolaan DAS yang berkelanjutan adalah: ekosistem, kelembagaan,
teknologi, dan pendanaan.
KESIMPULAN
Pengelolaan
DAS terpadu dilakukan secara menyeluruh mulai keterpaduan kebijakan, penentuan
sasaran dan tujuan, rencana kegiatan, implementasi program yang telah
direncanakan serta monitoring dan evaluasi hasil kegiatan secara terpadu.
Pengelolaan DAS terpadu selain mempertimbangkan faktor biofisik dari hulu
sampai hilir juga perlu mempertimbangkan faktor sosial-ekonomi, kelembagaan,
dan hukum. Dengan kata lain, pengelolaan DAS terpadu diharapkan dapat melakukan
kajian integratif dan menyeluruh terhadap permasalahan yang ada, upaya
pemanfaatan dan konservasi sumberdaya alam skala DAS secara efektif dan
efisien.
DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
DAN KAITANNYA DENGAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
1. MERY
MONICA 1410015311002
2. BIMA
ANDARI 1410015311003
3. AHMAD
DEAN MUBARAK 1410015311011
PERENCANAAN
WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS
TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS
BUNG HATTA
PADANG
2015
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis
dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Daerah Aliran Sungai dan
Kaitannya dengan Perencanaan Wilayah dan Kota”.
Penulisan
makalah merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam kegiatan kemahasiswaan
“Nature Conservation Plan” Universitas Bung hatta.
Dalam
Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang penulis miliki. Untuk
itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam
penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak
terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas ini.
Akhirnya
penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang
telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai
ibadah, Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.
Padang
, 11 februari 2015
Tim Penulis,
ABSTRAK
Daerah aliran sungai (DAS) adalah
suatu wilayah yang dibatasi oleh punggungpunggung bukit yang menampung air
hujan dan mengalirkannya melalui saluran air, dan kemudian berkumpul menuju
suatu muara sungai, laut, danau atau waduk.
Dalam penyusunan rencana kegiatan
pengelolaan DAS perlu mengintegrasikan dengan rencana tata ruang dan
penatagunaan tanah, mempertimbangkan hubungan daerah hulu dan daerah hilir,
serta aspek penanggungan biaya bersama (cost sharing). Seperti telah
dikemukakan di muka bahwa batas ekosistem DAS tidak selalu sama (coincided)
dengan batas administratif. Satu wilayah administratif secara geografis dapat
terletak pada satu wilayah DAS atau sebaliknya.
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR
Abstrak
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang 1
- Rumusan Masalah 1
- Tujuan dan Manfaat 1
- Metode Penulisan
- Sistematika Penulisan
- Terminologi dan Konsep Keterpaduan Pengelolaan DAS
- Pentingnya Pengelolaan DAS Terpadu
- Kerangka Pikir Pengelolaan DAS
BAB II KEBIJAKAN
PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
BAB III PERENCANAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
Kesimpulan 13
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Daerah
Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya
terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya manusia
sebagai pelaku pemanfaat sumberdaya alam tersebut. DAS di beberapa tempat di
Indonesia memikul beban amat berat sehubungan dengan tingkat kepadatan
penduduknya yang sangat tinggi dan pemanfaatan sumberdaya alamnya yang intensif
sehingga terdapat indikasi belakangan ini bahwa kondisi DAS semakin menurun
dengan indikasi meningkatnya kejadian tanah longsor, erosi dan sedimentasi,
banjir, dan kekeringan. Disisi lain tuntutan terhadap kemampuannya dalam
menunjang system kehidupan, baik masyarakat di bagian hulu maupun hilir
demikian besarnya.
Sebagai
suatu kesatuan tata air, DAS dipengaruhi kondisi bagian hulu khususnya kondisi
biofisik daerah tangkapan dan daerah resapan air yang di banyak tempat rawan
terhadap ancaman gangguan manusia. Hal ini mencerminkan bahwa kelestarian DAS
ditentukan oleh pola perilaku, keadaan sosial-ekonomi dan tingkat pengelolaan
yang sangat erat kaitannya dengan pengaturan kelembagaan (institutional
arrangement).
Tidak
optimalnya kondisi DAS antara lain disebabkan tidak adanya adanya
ketidakterpaduan antar sektor dan antar wilayah dalam pengelolaan sumberdaya
alam dan lingkungan DAS tersebut. Dengan kata lain, masing-masing berjalan
sendiri-sendiri dengan tujuan yang kadangkala bertolak belakang. Sulitnya
koordinasi dan sinkronisasi tersebut lebih terasa dengan adanya otonomi daerah
dalam pemerintahan dan pembangunan dimana daerah berlomba memacu meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada.
Permasalahan
ego-sektoral dan ego-kedaerahan ini akan menjadi sangat komplek pada DAS yang
lintas kabupaten/kota dan lintas propinsi. Oleh karena itu, dalam rangka
memperbaiki kinerja pembangunan dalam DAS maka perlu dilakukan pengelolaan DAS
secara terpadu.
Pengelolaan
DAS terpadu dilakukan secara menyeluruh mulai keterpaduan kebijakan, penentuan
sasaran dan tujuan, rencana kegiatan, implementasi program yang telah
direncanakan serta monitoring dan evaluasi hasil kegiatan secara terpadu.
Pengelolaan DAS terpadu selain mempertimbangkan faktor biofisik dari hulu
sampai hilir juga perlu mempertimbangkan faktor sosial-ekonomi, kelembagaan,
dan hukum. Dengan kata lain, pengelolaan DAS terpadu diharapkan dapat melakukan
kajian integratif dan menyeluruh terhadap permasalahan yang ada, upaya
pemanfaatan dan konservasi sumberdaya alam skala DAS secara efektif dan
efisien.
1.2 Rumusan masalah
Sasaran
wilayah pengelolaan DAS adalah wilayah DAS yang utuh sebagai satu kesatuan
ekosistem yang membentang dari hulu hingga hilir. Penentuan sasaran wilayah DAS
secara utuh ini dimaksudkan agar upaya pengelolaan sumberdaya alam dapat
dilakukan secara menyeluruh dan terpadu berdasarkan satu kesatuan perencanaan
yang telah mempertimbangkan keterkaitan antar komponen-komponen penyusun
ekosistem DAS (biogeofisik dan sosekbud) termasuk pengaturan kelembagaan dan
kegiatan monitoring dan evaluasi. Kegiatan yang disebutkan terakhir berfungsi
sebagai instrumen pengelolaan yang akan menentukan apakah kegiatan yang
dilakukan telah/tidak mencapai sasaran.
Ruang
lingkup pengelolaan DAS secara umum meliputi perencanaan, pengorganisasian,
implementasi/pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi terhadap upaya – upaya pokok
berikut:
a) Pengelolaan ruang melalui usaha
pengaturan penggunaan lahan (landuse) dan konservasi tanah dalam arti yang
luas.
b) Pengelolaan sumberdaya air
melalui konservasi, pengembangan, penggunaan dan pengendalian daya rusak air.
c) Pengelolaan vegetasi yang
meliputi pengelolaan hutan dan jenis vegetasi terestria l lainnya yang memiliki
fungsi produksi dan perlindungan terhadap tanah dan air.
d) Pembinaan kesadaran dan kemampuan
manusia termasuk pengembangan kapasitas kelembagaan dalam pemanfaatan
sumberdaya alam secara bijaksana, sehingga ikut berperan dalam upaya
pengelolaan DAS.
1.3 Tujuan dan manfaat penulisan
Pedoman
ini disusun dengan maksud memberikan arahan umum atau acuan dalam
menyelenggarakan pengelolaan DAS dan disesuaikan dengan perkembangan dan
pergeseran paradigma dalam melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan. Pedoman
ini sifatnya umum yang dapat digunakan baik untuk pengelolaan DAS lintas
propinsi, lintas kabupaten/Kota maupun DAS dalam satu kabupaten/Kota. Karena
itu Pedoman ini diharapkan dapat disesuaikan dengan kondisi dan tuntutan
spesifik pada masing-masing wilayah dan disesuaikan dengan kewenangan yang
dimiliki masing- masing daerah.
Tujuan
penyusunan pedoman ini adalah terbentuknya persamaan persepsi dan langkah dalam
melaksanakan pengelolaan DAS sesuai dengan karakteristik ekosistemnya, sehingga
pemanfaatan sumberdaya alam dan upaya konservasinya dapat dilakukan secara
optimal, berkeadilan, dan berkelanjutan. Muara dari keseluruhan upaya
pengelolaan DAS yang optimal ini adalah terjaganya integritas fungsi DAS dan
meningkatnya kesejahteraan masyarakat yang tinggal di dalamnya.
1.4 Metode Penulisan
Penulis memakai metode studi literatur dan
kepustakaan dalam penulisan makalah ini. Referensi makalah ini bersumber tidak
hanya dari buku, tetapi juga dari media media lain seperti, web, blog, dan
perangkat media massa yang diambil dari internet.
1.5 Sistematika Penulisan
Makalah ini disusun menjadi tiga bab, yaitu
bab pendahuluan, bab pembahasan, dan bab penutup. Adapun bab pendahuluan
terbagi atas : latar belakang, rumusan makalah, tujuan dan manfaat penulisan,
metode penulisan, dan sistematika penulisan. Sedangkan bab pembahasan dibagi
berdasarkan sub bab yang berkaitan dengan DAS. Terakhir, bab penutup terdiri
atas kesimpulan.
1.6 Terminologi dan Konsep
Keterpaduan Pengelolaan DAS
Beberapa
istilah yang perlu dipahami dan disepakati bersama dalam pengelolaan DAS adalah
sebagai berikut:
a) Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah
suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan dengan sungai dan anak-anak
sungainya yang dibatasi oleh pemisah topografis yang berfungsi menampung air
yang berasal dari curah hujan, menyimpan dan mengalirkannya melalui ke danau
atau ke laut secara alami.
b) Sub DAS adalah bagian DAS yang
menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama.
Setiap DAS terbagi habis ke dalam Sub DAS – Sub DAS.
c) Satuan Wilayah Sungai (SWS)
adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumberdaya air dalam satu atau lebih DAS
dan atau satu atau lebih pulau-pulau kecil , termasuk cekungan air bawah tanah
yang berada dibawahnya.
d) Cekungan air bawah tanah adalah
suatu wilayah yang dibatasi oleh batas-batas hidrogeologis,
temapat sema kejadian hidrologis seperti proses pengibuhann, pengaliran, pelepasan air bawah
tanah berlangsung.
temapat sema kejadian hidrologis seperti proses pengibuhann, pengaliran, pelepasan air bawah
tanah berlangsung.
e) Pengelolaan DAS adalah upaya
manusia di dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara sumberdaya alam
dengan manusia di dalam DAS dan segala aktifitasnya, dengan tujuan membina
kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatkan manfaat sumberdaya alam
bagi manusia secara berkelanjutan.
f) Pengelolaan DAS Secara Terpadu
adalah suatu proses formulasi dan implementasi kebijakan dan kegiatan yang
menyangkut pengelolaan sumberdaya alam, sumberdaya buatan dan manusia dalam
suatu DAS secara utuh dengan mempertimbangkan aspek-aspek fisik, sosial,
ekonomi dan kelembagaan di dalam dan sekitar DAS untuk mencapai tujuan yang
diinginkan.
g) Rencana Pengelolaan DAS merupakan
konsep pembangunan yang mengakomodasikan berbagai peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan dijabarkan secara menyeluruh dan terpadu dalam suatu rencana
berjangka pendek, menengah maupun panjang yang memuat perumusan masalah
spesifik di dalam DAS, sasaran dan tujuan pengelolaan, arahan kegiatan dalam
pemanfaatan, peningkatan dan pelestarian sumberdaya alam air, tanah dan
vegetasi, pengembangan sumberdaya manusia, arahan model pengelolaan DAS, serta
sistem monitoring dan evaluasi kegiatan pengelolaan DAS.
h) Tata air DAS adalah hubungan
kesatuan individual unsur-unsur hidrologis yang meliputi hujan, aliran
permukaan dan aliran sungai, peresapan, aliran air tanah, evapotranspirasi dan
unsur lainnya yang mempengaruhi neraca air suatu DAS.
i) Lahan kritis adalah lahan yang
keadaan biofisiknya sedemikian rupa sehingga lahan tersebut tidak dapat
berfungsi secara baik sesuai dengan peruntukannya sebagai media produksi maupun
sebagai media tata air.
j) Konservasi tanah adalah upaya
mempertahankan, merehabilitasi dan meningkatkan daya guna lahan sesuai dengan
peruntukannya.
k) Rehabilitasi Lahan dan Konservasi
Tanah (RLKT) adalah upaya manusia untuk memulihkan, mempertahankan, dan
meningkatkan daya dukung lahan agar berfungsi optimal sesuai dengan
peruntukannya.
1.7 Pentingnya Pengelolaan DAS
Terpadu
Pentingnya
asas keterpaduan dalam pengelolaan DAS erat kaitannya dengan pendekatan yang
digunakan dalam pengelolaan DAS, yaitu pendekatan ekosistem. Ekosistem DAS
merupakan sistem yang kompleks karena melibatkan berbagai komponen biogeofisik
dan sosial ekonomi dan budaya yang saling berinteraksi satu dengan lainnya.
Kompleksitas ekosistem DAS mempersyaratkan suatu pendekatan pengelolaan yang
bersifat multi-sektor, lintas daerah, termasuk kelembagaan dengan kepentingan
masing-masing serta mempertim- bangkan prinsipprinsip saling ketergantunga n. Hal-hal
yang penting untuk diperhatikan dalam pengelolaan DAS :
a) Terdapat keterkaitan antara
berbagai kegiatan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pembinaan aktivitas
manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam.
b) Melibatkan berbagai disiplin ilmu
dan mencakup berbagai kegiatan yang tidak selalu saling mendukung.
c) Meliputi daerah hulu, tengah, dan
hilir yang mempunyai keterkaitan biofisik dalam bentuk daur hidrologi.
1.8 Kerangka Pikir Pengelolaan DAS
Pengelolaan
DAS Terpadu pada dasarnya merupakan bentuk pengelolaan yang bersifat
partisipatif dari berbagai pihak – pihak yang berkepentingan dalam memanfaatkan
dan konservasi sumberdaya alam pada tingkat DAS. Pengelolaan partisipatif ini
mempersyaratkan adanya rasa saling mempercayai, keterbukaan, rasa tanggung
jawab, dan mempunyai rasa ketergantungan (interdependency) di antara sesama
stakeholder. Demikian pula masing-masing stakeholder harus jelas kedudukan dan
tanggung jawab yang harus diperankan. Hal lain yang cukup penting dalam
pengelolaan DAS terpadu adalah adanya distribusi pembiayaan dan keuntungan yang
proporsional di antara pihak – pihak yang berkepentingan.
Dalam
melaksanakan pengelolaan DAS, tujuan dan sasaran yang diinginkan harus
dinyatakan dengan jelas. Tujuan umum pengelolaan DAS terpadu adalah :
- Terselenggaranya koordinasi, keterpaduan, keserasian dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, monitoring dan evaluasi DAS.
- Terkendalinya hubungan timbal balik sumberdaya alam dan lingkungan DAS dengan kegiatan manusia guna kelestarian fungsi lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.
Sasaran pengelolaan DAS yang ingin
dicapai pada dasarnya adalah:
- Terciptanya kondisi hidrologis DAS yang optimal.
- Meningkatnya produktivitas lahan yang diikuti oleh perbaikan kesejahteraan masyarakat.
- Tertata dan berkembangnya kelembagaan formal dan informal masyarakat dalam penyelenggaraan pengelolaan DAS dan konservasi tanah.
- Meningkatnya kesadaran dan partisipasi mayarakat dalam penyelenggaraan pengelolaan DAS secara berkelanjutan.
- Terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan, berwawasan lingkungan dan berkeadilan. Oleh karena itu, perumusan program dan kegiatan pengelolaan DAS selain harus mengarah pada pencapaian tujuan dan sasaran perlu pula disesuaikan dengan permasalahan yang dihadapi dengan mempertimbangkan adanya pergeseran paradigma dalam pengelolaan DAS, karakteristik biogeofisik dan sosekbud DAS, peraturan dan perundangan yang berlaku serta prinsip-prinsip dasar pengelolaan DAS. Uraian kerangka pikir tentang pengelolaan DAS terpadu disajikan secara diagramatis sebagaimana tertera pada Gambar 1.1.
Gambar 1.1 Kerangka pikir
pengelolaan terpadu DAS
BAB
II
KEBIJAKAN
PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
2.1 Peraturan dan Perundang-undangan
Mengkaji Daerah Aliran Sungai dewasa
ini tidak mungk in hanya didasarkan kepada satu atau beberapa undang-undang
yang sejenis atau sebidang. Daerah aliran sungai harus dipandang sebagai satu
kesatuan wilayah yang utuh-menyeluruh yang terdiri dari daerah tangkapan air,
sumber-sumber air, sungai, danau, dan waduk, yang satu dengan lainnya tidak
dapat dipisahpisahkan.
Secara berjenjang, peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
tersusun dengan urutan sebagai berikut:
2.1.1 Undang-Undang Dasar
a) Alinea ke-4 Pembukaan
Undang-undang Dasar 1945.
b) Pasal 33 ayat (3) Undang-undang
Dasar 1945 (akan diamandemen).
2.1.2 Ketetapan MPR
a) Ketetapan MPR No. IX/ MPR/ 1998
tentang Pencabutan Ketetapan MPR No. II/ MPR/
1998 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara.
1998 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara.
b) Ketetapan MPR No. X/ MPR/ 1998
tentang Pokok-pokok Reformasi Pembangunan dalam
rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara.
rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara.
2.1.3 Undang-Undang
a) Undang-undang No. 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.
b) Undang-undang No. 11 Tahun 1967
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan.
c) Undang-undang No. 9 Tahun 1969
tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara.
d) Undang-undang No. 11 Tahun 1974
tentang Pengairan.
e) Undang-undang No. 5 Tahun 1990
tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
f) Undang-undang No. 12 Tahun 1992 tentang
Sistem Budidaya Tanaman.
g) Undang-undang No. 24 Tahun 1992
tentang Penataan Ruang.
h) Undang-undang No. 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
i) Undang-undang No. 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah.
j) Undang-undang No. 25 Tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Daerah.
dan Daerah.
k) Undang-undang No. 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan.
2.1.4 Peraturan Pemerintah
a) Peraturan Pemerintah No. 77 Tahun
2001 tentang tentang Irigasi.
b) Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun
2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air.
Pencemaran Air.
d) Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun
1991 tentang Sungai.
e) Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun
1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta
Bentuk dan Tata Cara Peranserta Masyarakat dalam Penataan Ruang.
Bentuk dan Tata Cara Peranserta Masyarakat dalam Penataan Ruang.
f) Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun
1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
g) Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun
2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan
Propinsi sebagai Daerah Otonom.
Propinsi sebagai Daerah Otonom.
2.1.5 Keputusan Presiden
a) Keputusan Presiden No. 123 Tahun
2001 tentang Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air.
b) Keputusan Presiden No. 84 Tahun
2000 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah.
c) Keputusan Presiden No. 163 Tahun
2000 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan,
Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Menteri Negara.
Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Menteri Negara.
d) Keputusan Presiden No. 183 Tahun
2000 tentang Susunan dan Personalia Kabinet.
2.2 Prinsip dan Kebijakan Dasar
Pengelolaan DAS
Prinsip-prinsip dasar pengelolaan
DAS pada utamanya adalah sebagai berikut:
a) Pengelolaan DAS berupa
pemanfaatan, pemberdayaan, pengembangan, perlindungan dan pengendalian
sumberdaya dalam DAS.
b) Pengelolaan DAS berlandaskan pada
asas keterpaduan, kelestarian, kemanfaatan, keadilan, kemandirian (kelayakan
usaha) serta akuntabilitas.
c) Pengelolaan DAS dilakukan melalui
pendekatan ekosistem yang dilaksanakan berdasarkan prinsip “satu sungai, satu
rencana, satu sistem pengelolaan” dengan memperhatikan sistem pemerintahan
desentralistik sesuai jiwa otonomi daerah secara luas, nyata, dan bertanggung
jawab.d) DAS merupakan Kesatuan Wilayah Hidrologi yang mencakup beberapa
wilayah administratif yang ditetapkan sebagai satu kesatuan wilayah pengelolaan
ya ng tidak dapat dipisah-pisahkan.
e) Dalam satu sungai hanya berlaku
Satu Rencana Kerja yang terpadu (program dan tujuan/sasaran), menyeluruh,
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
f) Dalam satu sungai diterapkan Satu
Sistem Pengelolaan yang dapat menjamin keterpaduan kebijakan, strategi
perencanaan serta operasionalisasi kegiatan dari hulu sampai dengan hilir suatu
DAS.
Kebijakan Dasar:
a) Pengelolaan DAS dilakukan secara
holistik/integratif, terencana, dan berkelanjutan guna menopang kehidupan
manusia dan mahluk hidup lainnya serta menjaga kelestarian lingkungan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat sesuai UUD 1945 Pasal 33 ayat (3).
b) Pengelolaan DAS dilakukan sesuai
dengan prinsip-prinsip desentralisasi dan menggunakan pendekatan DAS sebagai
satuan wilayah pengelolaan.
c) Pengelolaan DAS dilaksanakan
berdasarkan prinsip partisipatif dan konsultatif pada setiap tingkatan
pengelolaan untuk mendorong tumbuhnya komitmen bersama antar pihak yang berkepentingan.
d) Masyarakat yang memperoleh
manfaat atas pengelolaan DAS, baik secara langsung maupun tak langsung, wajib
menanggung biaya pengelolaan secara proporsional (prinsip insentifdisinsentif).
e) Sasaran wilayah Pengelolaan DAS
adalah wilayah DAS secara utuh sebagai satu kesatuan ekosistem.
Penentuan
sasaran DAS secara utuh ini dimaksudkan agar upaya penanganan kegiatan yang
direncanakan dapat dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu berdasarkan satu
kesatuan perencanaan yang utuh, sekaligus berkaitan dengan kegiatan monitoring
dan evaluasi DAS yang ditinjau dari aspek tata air, penggunaan lahan, sosial
ekonomi dan kelembagaan.
2.3 Pengelolaan DAS dalam Konteks
Otonomi Daerah
Penyelenggaraan
pengelolaan DAS dalam kaitannya dengan penataan ruang (wilayah) dan
penatagunaan tanah dalam rangka otonomi daerah haruslah disesuaikan dengan
Undang-undang No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagai berikut:
a) Kebijakan penatagunaan tanah di
tingkat pusat masih diperlukan jika terdapat kewenangan yang berkaitan dengan
kebijakan-kebijakan yang meliputi perencanaan nasional, pengendalian
pembangunan secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi
negara, lembaga perekonomian negara, pendayagunaan sumberdaya alam, pembinaan
dan pemberdayaan sumberdaya manusia, kebijakan teknologi tinggi yang strategis,
konservasi dan kebijakan standarisasi nasional.
b) Kebijakan penatagunaan tanah di
tingkat propinsi sebagai daerah otonom masih diperlukan jika ada kewenangan
yang berkaitan dengan : (i ) kebijakan di bidang pemerintahan yang bersifat
lintas kabupaten dan kota, serta (ii) kewenangan bidang-bidang tertentu
lainnya, yaitu: perencanaan dan pengendalian pembangunan regional secara makro;
pelatihan bidang tertentu, alokasi sumberdaya manusia, dan penelitian yang
mencakup wilayah propinsi; pengendalian lingkunga n hidup; promosi dagang dan
budaya/pariwisata; dan perencanaan tata ruang propinsi. Di samping itu juga
diperlukan keberadaan kebijakan penatagunaan tanah di tingkat propinsi dalam
rangka pelaksanaan dekonsentrasi, dimana kewenangan pemerintah pusat
dilimpahkan kepada Gubernur.
c) Kebijakan penatagunaan tanah pada
tingkat kabupaten dan kota yang mencakup semua kewenangan pemerintahan selain
kewenangan yang dikecualikan dalam kedua-dua butir di atas.
Dengan
kata lain, pemerintah pusat mempunyai wewenang pengaturan, pengarahan melalui
penerbitan berbagai pedoman, serta pengawasan dan pengendalian berskala makro.
Pemerintah propinsi mempunyai wewenang bersifat lintas kabupaten/kota,
pemberian perijinan tertentu, penyusunan rencana tertentu serta pengawasan dan
pengendalian berskala meso. Pemerintah kabupaten mempunyai wewenang yang
bersifat pemberian perijinan tertentu, perencanaan, pelaksanaan, serta
pengawasan dan pengendalian berskala mikro.
Batas
DAS atau Wilayah Sungai tidak selalu bertepatan (coincided) dengan batas-batas
wilayah administrasi. Oleh karena itu, perlu adanya klasifikasi DAS menurut
hamparan wilayahnya dan fungsi strategisnya sebagai berikut:
- DAS Kabupaten/Kota: terletak secara utuh berada di satu Daerah Kabupaten/Kota, dan/atau DAS yang secara potensial hanya dimanfaatkan oleh satu Daerah Kabupaten/Kota.
- DAS Lintas Kabupaten/Kota : letaknya secara geografis melewati lebih dari satu daerah Kabupaten/Kota, dan/atau DAS yang secara potensial dimanfaatkan oleh lebih dari satu Daerah Kabupaten/Kota; dan/atau DAS lokal yang atas usulan Pemerintah Kabupaten/Kota yang bersangkutan, dan hasil penilaian ditetapkan untuk didayagunakan (dikembangkan dan dikelola oleh Pemerintah Propinsi), dan/atau DAS yang secara potensial bersifat strategis bagi pembangunan regional.
- DAS Lintas Propinsi: letaknya secara geografis melewati lebih dari satu Daerah Propinsi, dan/atau DAS yang secara potensial dimanfaatkan oleh lebih dari satu Daerah Propinsi, dan/atau; DAS Regional yang atas usulan Pemerintah Propinsi yang bersangkutan, dan hasil penilaian ditetapkan untuk didayagunakan (dikembangkan dan dikelola) oleh Pemerintah Pusat, dan/atau DAS yang secara potensial bersifat startegis bagi pembangunan nasional.
- DAS Lintas Negara: letaknya secara geografis melewati lebih dari satu negara, dan/atau DAS yang secara potensial dimanfaatkan oleh lebih dari satu negara, dan/atau DAS yang secara potensial bersifat startegis bagi pembangunan lintas negara.
BAB
III
PERENCANAAN
PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
3.1 Kedudukan dan Fungsi Perencanaan
Perencanaan
adalah suatu proses kegiatan penentuan tindakan/langkah-langkah yang akan
dilakukan secara terkoordinasi dan terarah dalam rangka mencapai tujuan pengelolaan
DAS dalam waktu tertentu dengan mempertimbangkan potensi, peluang dan kendala
yang mungkin timbul. Perencanaan pengelolaan DAS merupakan salah satu proses
dari rangkaian atau siklus penyelenggaraan pengelolaan DAS yang secara umum
meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan (pengembangan,
penggunaan/pemanfaatan, perlindungan,dan pengendalian), pemantauan dan
evaluasi. Hasil pemantauan dan evaluasi akanmerupakan umpan balik untuk
penyempurnaan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan di DAS.
Adapun
fungsi pentng dari rencana yang disusun adalah :
- Sebagai pedoman dan arahan dalam pelaksanaan pengelolaan DAS dan dapat memberikan komitmen kepada para pihak untuk melaksanakan kegiatan masa depan.
- Sebagai alat untuk meningkatkan komunikasi dan koordinasi antar pihak yang terlibat dalam pengelolaan DAS
- Sebagai alat untuk pemantauan dan evaluasi keberhasilan kegiatan pengelolaan DAS.
- Sebagai salah satu unsur atau masukan dalam penyusunan, penijauan kembali dan atau penyempurnaan rencana tat ruang wilayah.
- Sebagai bukti akuntabilitas publik bagi instansi yang
berwenang dalam penyusunan rencana
pengelolaan DAS.
Dengan
adanya rencana pengelolaan DAS, pihak-pihak yang berkepentingan dengan
pengelolaan DAS diharapkan dapat mengelola berbagai sumberdaya yang ada secara
efisien, efektif dan berkelanjutan untuk mencapai tujuan dan sasaran yang
diinginkan.
3.2 Prinsip Umum Perencanaan
Pengelolaan DAS
Pendekatan
menyeluruh terhadap perencanaan pengelolaan DAS diperlukan dengan pertimbangan
bahwa terganggunya salah satu komponen pada sistem alam sumberdaya alam akan
berpengaruh terhadap komponen lainnya dalam sistem. Pendekatan menyeluruh
tersebut pada hakekatnya adalah suatu kajian terpadu terhadap keseluruhan aspek
sumberdaya alam DAS. Kajian tersebut mempertimbangkan faktor-faktor lingkungan,
sosial, politik, dan tataguna lahan. Untuk dapat melakukan monitoring dan
evaluasi dampak aktivitas pengelolaan DAS terhadap komponenkomponen lingkungan,
ekosistem DAS dapat dimanfaatkan sebagai satu unit perencanaan dan evaluasi
yang sistematis, logis, dan rasional dimana kondisi tata air sebagai salah satu
indikatornya. Perencanaan pengelolaan DAS secara menyeluruh diharapkan dapat
memberikan manfaat secara multi-guna kepada para pihak – pihak yang
berkepentingan.
Landasan
untuk pengelolaan secara menyeluruh suatu DAS berawal dari perencanaan. Oleh
karena itu, tahap perencanaan menyeluruh pengelolaan DAS merupakan bagian
strategis untuk tercapainya muara dari upaya aktivitas pembangunan, yaitu
pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Sasaran dan tujuan
fundamental perencanaan menyeluruh pengelolaan DAS adalah perbaikan keadaan
sosial-ekonomi pihak – pihak yang berkepentingan dengan tidak mengabaikan
keterlanjutan daya dukung dan kualitas lingkungan. Karena pengelolaan DAS
dilakukan untuk kepentingan masyarakat luas, maka pemerintah dan masyarakat
harus bekerjasama untuk mewujudkan tujuan dilakukannya pengelolaan DAS. Tingkat
dan intensitas kerjasama tersebut bervariasi dan ditentukan, antara lain, oleh
struktur pemerintahan. Suatu pemerintahan, dimanapun berada, dibentuk untuk
menga tur kehidupan masyarakat termasuk tingkat kesejahteraannya. Oleh karena
itu, pemerintahan yang baik seharusnya dapat mengupayakan agar kesejahteraan
tersebut dapat dirasakan oleh berbagai tingkatan (sosial) yang ada di
masyarakat.
Prinsip
yang berlaku umum mempersyaratkan bahwa perencanaan yang disiapkan secara
sistematis, logis, dan rasional seharusnya mengarah pada bentuk pengelolaan
yang bijaksana dan implementasi yang efektif. Pengalaman empiris menunjukkan
bahwa proses perencanaan dan implementasi program akan berlangsung dengan
efektif apabila disertai pedoman kerja yang berisi prinsip-prinsip perencanaan
yang, antara lain, terdiri atas:
- Tujuan atau sasaran utama pengelolaan DAS secara menyeluruh harus dirumuskan secara jelas dengan disertai mekanisme sistem monitoring dan evalusi yang dilakukan secara periodik. Dengan demikian, apabila ditemukan adanya dampak lingkungan yang cukup serius dapat segera ditangani. Seluruh usulan kegiatan dan hasil yang diperoleh harus berorientasi pada kepentingan jangka panjang dan capaian kesejahteraan yang berkelanjutan.
- Perlu disiapkan mekanisme administrasi yang efisien dengan fokus perhatian pada aspekaspek sosial-ekonomi-politik dan kerjasama yang harmonis di antara lembaga-lembaga (pemerintah dan non-pemerintah) yang terlibat dalam pengelolaan DAS. Proses perencanaan DAS harus dilakukan secara terkoordinasi oleh instansi yang berwenang dengan metoda partisipatif diantara para pihak yang terkait.
- Pengelolaan menyeluruh DAS diarahkan pada penyelesaian konflik yang muncul di antara pihak – pihak yang berkepentingan dalam melaksanakan pembangunan. Pada kasus ketika terjadi konflik, kompromi yang telah dicapai di antara kelompok yang mengalami konflik harus dihormati dan dilaksanakan dengan konsisten. Selain masalah penyelesaian konflik (conflict resolution), pendekatan menyeluruh pengelolaan DAS juga harus mempertimbangkan prinsip-prinsip upaya pengendalian dan proses umpan balik yang mengarah pada proses pengambilan keputusan yang optimal.
- Rencana yang telah tersusun harus merupakan dokumen publik yang diumumkan (bisa diakses) secara terbuka oleh masyarakat dan masyarakat berhak menyatakan keberatan atas rencana yang disusun dalam waktu tertentu. Dengan demikian instansi berwenang harus melakukan peninjauan kembali terhadap rencana pengelolaan DAS sebelum ditetapkan oelh pejabat yang berwenang.
Meskipun
disadari bahwa proses perencanaan pengelolaan DAS bervariasi tergantung pada
karakteristik sosial, budaya, ekonomi, dan politik lokal, pembahasan tentang
proses perencanaan untuk pengelolaan DAS mengacu pada Gambar 3.3. Dalam
proses perencanaan tersebut dalam Gambar 3.3, kedudukan Pusat Perencanaan
sangat penting karena akan memberikan arah pengelolaan yang akan dituju serta
menunjukkan bentuk koordinasi yang dianggap efektif.
Gambar 3.3 Proses perencanaan
pengelolaan DAS
Demikian
pula, dipandang perlu bahwa dalam struktur organisasi pengelolaan DAS
seharusnya memberikan peran lebih penting terhadap Komisi Pengelola DAS dan
Komite Penasehat. Tidak kalah pentingnya adalah masukan atau informasi dari
masyarakat pada tingkat lokal dalam proses penyusunan rencana. Peran dan fungsi
masyarakat dalam proses perencanaan harus dinyatakan dan diatur dengan jelas
melalui suatu pedoman kebijakan dan kerangka kerja kelembagaan.
Dalam
konteks perencanaan pengelolaan DAS, proses perencanaan pengelolaan DAS
tersebut dalam Gambar 3.3 mempunyai dasar pertimbangan sebagai berikut:
pertama, dengan diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah, proses perencanaan tersebut dalam Gambar 3.3 menjadi relevan karena
fokus UU No. 22 adalah memberikan peranan yang lebih besar terhadap pemerintah
daerah dan mitranya di daerah. Salah satu kewenangan yang dilimpahkan ke daerah
dan bersifat strategis adalah penetapan kriteria penataan perwilayahan
ekosistem daerah tangkapan air pada daerah aliran sungai (Bab II Pasal 2 butir
ke 13, PP No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan
Propinsi Sebagai Daerah Otonom).
Dengan
aturan seperti diamanatkan oleh PP No. 25, maka pembentukan Pusat Perencanaan
seperti tersebut dalam Gambar 3.3 menjadi sangat relevan. Pertimbangan kedua
adalah dengan semakin meluasnya kehendak masyarakat untuk membuat Undang-Undang
tentang Pengelolaan Sumberdaya Alam yang akan menaungi dan mengendalikan
Undang-Undang pengelolaan sumberdaya alam sektoral yang telah berlaku, misalnya
UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; UU No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan,
dan UU No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan, maka
pola perencanaan menyeluruh
pengelolaan DAS tersebut di atas juga menjadi relevan, terutama peran yang akan dimainkan oleh Komisi DAS Nasional.
pengelolaan DAS tersebut di atas juga menjadi relevan, terutama peran yang akan dimainkan oleh Komisi DAS Nasional.
3.3. Proses Perencanaan Pengelolaan
DAS
Hal yang
penting diperhatikan dalam penyusunan rencana pengelolaan DAS adalah bahwa
perencanaan adalah suatu proses berulang (iterative process). Perencanaan
tersebut mengatur langkah-langkah atau aktivitas-aktivitas pengelolaan DAS yang
harus dilaksanakan termasuk rencana monitoring dan evaluasi (monev) terhadap
tujuan dan sasaran yang ditetapkan. Dengan demikian, dapat tercipta suatu
mekanisme umpan balik (feedback) terhadap keseluruhan rencana pengelolaan DAS
sehingga dapat dilakukan perbaikan terhadap rencana yang telah disusun (Gambar
3.1).
Gambar 3.1 Proses berulang
(iterative process) perencanaan Pengelolaan DAS
Perencanaan
pengelolaan DAS terpadu mempersyaratkan adanya beberapa langkah-langkah penting
sebagai berikut:
- Pengumpulan data yang ekstensif, didukung oleh strategi pengelolaan data yang terpadu, perlu dilaksanakan sebelum rencana pengelolaan DAS dirumuskan. Pengumpulan data ini terutama identifikasi karakteristik DAS yang, antara lain, mencakup batas dan luas wilayah DAS, topografi, geologi, tanah, iklim, hidrologi, vegetasi, penggunaan lahan, sumberdaya air, kerapatan drainase, dan karakteristik sosial, ekonomi dan budaya.
- Identifikasi permasalahan yang meliputi aspek penggunaan laha n, tingkat kekritisan lahan, aspek hidrologi, sosial ekonomi dan kelembagaan seperti terlihat pada Gambar 3.2. Prakiraan-prakiraan tentang kebutuhan sumberdaya alam (dan buatan) untuk beragam pemanfaatan perlu dilakukan dan dikaji potensi timbulnya konflik di antara pihak – pihak yang berkepentingan.
- Perumusan tujuan dan sasaran secara jelas, spesifik dan terukur dengan memperhatikan permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa dari ekosistem DAS, peraturan dan kebijakan pemerintah, adat istiadat masyarakat dan kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pengelolaan DAS.
- Identifikasi dan memformulasikan beberapa rencana kegiatan sebagai alternatif.
- Evaluasi alternatif kegiatan pengelolaan yang akan diimplementasikan sehingga dapat dihasilkan bentuk kegiatan yang paling tepat (secara teknis dapat dilaksanakan, secara sosial/politik dapat diterima, dan secara ekonomi terjangkau).
- Penyusunan rencana kegiatan/program pengelolaan DAS berupa usulan rencana yang dianggap paling memenuhi kriteria untuk tercapainya pembangunan yang berkelanjutan.
- Legitimasi dan sosiallisasi rencana yang telah disusun kepada pihak-pihak yang terkait. Dalam Gambar 3.1, mekanisme pelaksanaan pengelolaan DAS mempersyaratkan bahwa tahap perencanaan dan implementasi tidak boleh dipisahkan karena informasi yang diperoleh dari implementasi kegiatan dapat dimanfaatkan kembali sebagai umpan balik (feedback) untuk penyempurnaan rencana yang telah dibuat. Demikian pula, untuk setiap langkah pengelolaan dari mulai alternatif kegiatan hingga implementasi kegiatan perlu dilakukan monitoring dan evaluasi (review). Hal ini diperlukan sebagai umpan balik bertahap.
Gambar 3.2 Diagram Alir Garis Besar
Identifikasi Permasalahan DAS
Kegiatan
yang diusulkan dalam rencana disamping mendukung pencapaian tujuan kegiatan
pengelolaan DAS, juga harus memberikan gambaran yang jelas tentang:
a) Fungsi dan kedudukan kegiatan
dalam konteks pengelolaan DAS.
b) Manfaat yang diperoleh dengan
dilakukannya kegiatan.
c) Kurun waktu yang diperlukan dalam
melaksanakan kegiatan.
d) Cakupan wilayah untuk pelaksanaan
kegiatan.
e) Pelaksana kegiatan dan
kelembagaan yang diperlukan.
f) Pembiayaan termasuk sarana dan
prasara yang diperlukan.
g) Ketatalaksanaan/organisasi dan
mekanisme pelaksanaan kegiatan.
Rencana
kegiatan tersebut terinci pada masing-masing program dengan skala prioritas yang
jelas, dipilih sesuai dengan permasalahan yang menonjol pada DAS yang
bersangkutan. Misalnya kegiatan untuk pengelolaan ruang, lahan dan vegetasi,
kegiatan untuk menunjang pengelolaan sumberdaya air (water resources
management), dan kegiatan untuk pemberdayaan dan partisipasi masyarakat
(empowering and public participation).
Dalam
penyusunan rencana kegiatan pengelolaan DAS perlu mengintegrasikan dengan
rencana tata ruang dan penatagunaan tanah, mempertimbangkan hubungan daerah
hulu dan daerah hilir, serta aspek penanggungan biaya bersama (cost sharing).
Seperti telah dikemukakan di muka bahwa batas ekosistem DAS tidak selalu sama
(coincided) dengan batas administratif. Satu wilayah administratif secara
geografis dapat terletak pada satu wilayah DAS atau sebaliknya.
Apabila
hal ini terjadi, diperlukan identifikasi tentang wilayah administratif yang
termasuk/tidak termasuk dalam DAS yang menjadi kajian. Disamping itu, adanya
keterkaitan biofisik antara hulu dan hilir DAS perlu juga dilakukan
identifikasi, penentuan lokasi, kategori dan bentuk aktifitas pihak – pihak
yang berkepentingan dalam suatu DAS. Selanjutnya, dirumuskan kebijakan
pengelolaan DAS yang telah mempertimbangkan mekanisme, regulasi dan pengaturan
kelembagaan yang akan menerapkan prinsip-prinsip insentif dan disinsentif
terhadap pihak – pihak yang berkepentingan sesuai dengan kategori dan
kedudukannya dalam perspektif prinsip pembiayaan bersama (cost sharing
principle). Dengan demikian, pelaksanaan kegiatan konservasi tanah dan air di
bagian hulu DAS dapat dilaksanakan secara berkelanjutan dengan adanya biaya
dari pihak – pihak yang berkepentingan yang mendapat manfaat sebagai akibat
adanya kegiatan tersebut. Dengan mekanisme ini terjadi interaksi di antara
pihak – pihak yang berkepentingan di daerah hulu, tengah dan hilir DAS.
3.4 Hirarki Perencanaan Pengelolaan
DAS
Perencanaan
pengelolaan DAS dapat dibedakan berdasarkan jangka waktu dan tujuannya ke dalam
Rencana Jangka Panjang (15 tahun), Rencana Jangka Menengah (5 tahun) dan
Rencana Jangka Pendek (tahunan).
Rencana
jangka panjang bersifat umum dan strategis yang harus menggambarkan rencana
makro pengelolaan DAS terpadu dan memuat karakteristik DAS, permasalahan yang
dihadapi, tujuan, sasaran umum, kebijakan, strategi penanganan pemecahan masalah
secara terpadu. Rencana jangka panjang ini sebaiknya mengandung arahan
umum semua sektor yang terlibat dalam pengelolaan DAS seperti arahan umum
penggunaan lahan (tata ruang) berdasarkan kemampuan dan kesesuaian lahan,
arahan umum rehabilitasi dan konservasi tanah, arahan umum pengelolaan
sumberdaya air, urutan prioritas penanganan Sub-DAS dalam DAS yang bersangkutan
serta arahan umum pengembangan sosial ekonomi dan kelembagaan. Rencana
pengelolaan DAS terpadu ini merupakan “payung atau pengikat” bagi rencana-rencana
sektoral dalam DAS yang bersangkutan.
Rencana
Jangka Menengah lebih bersifat teknis pelaksanaan dari setiap sektor, misalnya
Rencana Induk Pengembangan sumberdaya Air atau Rencana Teknik Lapangan
Rehabilitasi hutan dan lahan (RHL). Rencana Teknik Lapangan RHL ini memiliki
output yang meliputi rekomendasi teknis kegiatan RHL, proyeksi kegiatan tahunan
RHL, analisis manfaat (finansial dan ekonomi), serta rencana monitoring dan
evaluasi. Satuan wilayah perencanaan pada rencana jangka menengah ini bisa
berupa DAS yang tidak terlalu luas atau suatu Sub DAS yang cukup luas dan
dipilih sebagai Sub DAS prioritas pada DAS yang sangat luas.
Rencana
Jangka Pendek (tahunan) dibuat sangat rinci dan dilengkapi dengan deskripsi
jenis, lokasi, volume, waktu dan biaya kegiatan secara rinci. Jenis rencana
jangka pendek misalnya Rencana Teknik Reboisasi, Rencana Teknik Penghijauan
yang biasanya ditindaklanjuti dengan rancangan kegiatan pembuatan tanaman,
pembuatan bangunan-bangunan fisik (check dam, drop structure, terrace).
3.5 Legitimasi dan Sosialisasi
Rencana Pengelolaan DAS
Agar
rencana yang dibuat dapat mengikat semua pihak yang berkepentingan untuk
mengimplementasikannya, maka penyusunan rencana harus melibatkan semua pihak
yang berkepentingan dan rencana yang dihasilkan harus berkekuatan hukum.
Misalnya, rencana dibuat dalam bentuk Keputusan Presiden atau Peraturan Daerah
(Perda). Jika rencana tersebut tidak dijadikan sebagai Keputusan Presiden atau
Peraturan Daerah yang utuh (tersendiri), maka dalam salah satu pasalnya Rencana
tersebut harus tercantum sebagai rujukan dalam pembangunan wilayah atau
pengelolaan sumberdaya alam DAS.
Karena
Rencana merupakan salah satu dasar tahap pelaksanaan pengembangan dan
pemanfaatan sumberdaya alam DAS, maka rencana yang telah ditetapkan tersebut
harus didistribusikan dan disosialisasikan kepada semua pihak yang
berkepentingan agar dapat diketahui, dipahami dan kemungkinan adanya
penyesuaian sebelum diimplementasikan sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan.
3.6 Ketidakpastian dalam Perencanaan
Pengelolaan DAS
Memprakirakan
kondisi yang akan datang berdasarkan data dan informasi yang telah dikumpulkan
telah menjadi kendala bagi para perencana pengelolaan DAS. Data atau informasi
yang akan digunakan untuk menyusun rencana mungkin tidak tersedia sama sekali,
atau kalau tersedia, bisa jadi telah kadaluwarsa, tidak lengkap, atau tidak
relevan dengan materi perencanaan.
Sejumlah
ketidakpastian yang berkaitan dengan data dan informasi tampaknya harus
dihadapi dalam proses penyusunan rencana pengelolaan DAS. Ketidakpastian
umumnya meliputi data iklim, masalah teknis, dan ketidakpastian masalah
sosial-ekonomi.
Ketidakteraturan
pola iklim telah mengakibatkan ketidakpastian prakiraan iklim untuk masa yang
akan datang. Pola curah hujan sangat bervariasi dari tahun ke tahun sehingga
seringkali sulit untuk melakukan prakiraan curah hujan secara tepat. Meskipun
sulit untuk melakukan prakiraan komponen iklim dengan akurasi yang tinggi,
tetapi prakiraan pola iklim yang akan terjadi perlu diantisipasi dan dijadikan
pertimbangan dalam menyusun rencana pengelolaan DAS. Hal yang perlu
diperhatikan dalam hal ini bahwa penyusunan rencana pengelolaan DAS sebaiknya
tidak didasarkan pada keadaan rata-rata karena adanya variabilitas untuk
masing- masing lokasi.
Ketidakpastian
yang bersifat teknis umumnya dijumpai dalam bentuk tidak memadainya pengetahuan
tentang hubungan keterkaitan teknis dalam hal aktivitas pengelolaan DAS.
Informasi yang akurat tentang dampak jenis vegetasi tertentu terhadap erosi di
suatu daerah dengan karakteristik iklim dan tanah tertentu seringkali belum
tersedia. Dengan latar belakang tersebut, dalam banyak hal, tim perencana
pengelolaan DAS hanya dapat menduga keluaran apa yang akan diperoleh dari
pengelolaan yang direncanakan, dan dengan demikian, mereka akan berhadapan
dengan ketidakpastian.
Apabila
dalam masalah teknis saja dijumpai adanya ketidakpastian, maka kadar
ketidakpastian dalam masalah sosial-ekonomi tentunya menjadi lebih besar. Data
dan informasi yang sering dimanfaatkan untuk perencanaan sosial seperti
kekayaan, kesejahteraan, pendapatan, tingkat pendidikan dan lain sebagainya,
untuk tempat-tempat tertentu, boleh jadi sulit untuk memperolehnya. Dalam
keadaan demikian, prakiraan variabel-variabel sosial untuk waktu yang akan
datang akan menghadapi tingkat ketidakpastian yang lebih besar.
Kekacauan
sosial dapat menciptakan ketidakstabilan sosial dan ekonomi dari suatu
masyarakat. Keadaan ini, pada gilirannya, dapat juga mengacaukan arah kebijakan
dan pengelolaan sumberdaya untuk masa-masa yang akan datang. Ia juga dapat
menciptakan ketidakpastian tentang peraturan-peraturan yang berkaitan dengan
sistem pemilikan tanah dan beberapa hak lain yang dimiliki oleh masyarakat.
Perencanaan
pengelolaan DAS, karena umumnya berkaitan dengan antisipasi kejadian jangka
panjang, maka ia akan lebih banyak menghadapi ketidakpastian. Untuk mengatasi
hal tersebut, berikut ini adalah beberapa strategi untuk menghadapi dan
menangani berbagai bentuk ketidakpastian yang muncul dalam perencanaan seperti
disarankan oleh Lundgren (1983):
- Salah satu pendekatan yang relevan digunakan untuk mengatasi keadaan ketidakpastian adalah dengan cara meningkatkan pemahaman terhadap situasi dunia atau lingkungan di sekeliling kita. Strategi yang harus dilaksanakan:
- Menunda keputusan sambil menunggu lebih banyak informasi yang dapat dimanfaatkan.
- Melakukan analisis sensitivitas (sensitivity analysis). Dengan melakukan pengamatan terhadap pengaruh perubahan asumsi (laju inflasi, discount rate, laju erosisedimentasi) secara sistematis, dapat diketahui dengan lebih baik bagaimana masalah ketidakpastian tersebut mempengaruhi hasil rencana/prakiraan yang dibuat. Dalam hal ini bagian-bagian kritis yang ada dalam skenario rencana yang dibuat dapat diidentifikasi, untuk kemudian dilakukan penyesuaian seperlunya.
- Membuat beberapa skenario (prakiraan) mengenai hal yang diharapkan terjadi pada waktu yang akan datang serta konsekuensi yang dihadapi.
- Cara lain untuk mengatasi ketidakpastian adalah dengan cara meningkatkan kelenturan (flexibility) pengelolaan dan organisasi sehingga tanggap terhadap adanya perubahan yang tidak terduga sebelumnya dan melakukan penyesuaian-penyesuaian. Strategi yang dapat dilakukan adalah sebaga i berikut:
- Monitoring dan evaluasi. Monitoring dan evaluasi yang dilakukan secara sistematis dan berlanjut. Dengan demikian, implementasi program pengelolaan DAS tidak terlalu terikat kaku pada rencana yang telah dibuat, melainkan tanggap terhadap variasi yang dijumpai di lapangan dan melakukan perubahan-perubahan yang diperlukan.
- Diversifikasi. Dalam menghadapi ketidakpastian tentang masa yang akan datang, salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan diversifikasi. Sebagai contoh, daripada merekomendasi hanya satu jenis vegetasi untuk memenuhi satu tujuan pengelolaan, penanaman beberapa jenis vegetasi untuk memenuhi beberapa tujuan adalah lebih baik.
- Rencana contingency. Pelaksanaan program di lapangan seringkali menyimpang dari rencana yang telah dibuat. Untuk mengantisipasi hal tersebut di atas, perlu dilakukan identifikasi tentang hal-hal (dalam rencana) yang diperkirakan akan mengalami penyimpangan. Kemudian tentukan konsekuensi apa yang dapat terjadi dan tindakan apa yang harus diambil apabila hal tersebut betul-betul terjadi.
- Strategi lain yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah ketidakpastian dalam perencanaan pengelolaan DAS adalah dengan mendorong berkembangnya inovasi terhadap pembangunan. Cara yang dapat ditempuh adalah menempatkan personil yang inovatif terhadap program pembangunan sebagai pelaksana program sehingga mereka diharapkan mampu memotivisir masyarakat yang terkait dengan program pengelolaan tersebut untuk berpartisipasi aktif dalam melaksanakan program pengelolaan DAS. Selain masalah tenaga pelaksana, rencana program itu sendiri harus sedemikian lentur sehingga memungkinkan berkembangnya kreativitas dan diversitas dalam pelaksanaan program di lapangan.
Beberapa
strategi yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah ketidakpastian dalam
merencanakan proyek pengelolaan DAS tersebut di atas hanyalah beberapa cara
yang dapat dikemukakan. Masih ada cara lain yang dapat dimanfaatkan. Namun
demikian, strategi apapun yang akan digunakan untuk mengatasi masalah
ketidakpastian, ada satu tantangan yang harus dicarikan jalan keluarnya, yaitu
bagaimana caranya untuk memasukkan atau menggabungkan strategi-strategi
tersebut dalam kerangka perencanaan pengelolaan DAS.
IV.
PENGORGANISASIAN PENGELOLAAN DAS
4.1 Pihak – pihak yang
berkepentingan dalam Pengelolaan DAS
Selama ini
sejumlah kegiatan dan proyek yang berkaitan dengan pengelolaan DAS telah
dilaksanakan oleh Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Kehutanan dan
Perkebunan, Departemen Pertanian, Departemen Dalam Negeri, Badan Pertanahan
Nasional, Departemen Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan, Departemen
Pertambangan dan Energi dan pihakpihak lainnya. Masing-masing instansi
mempunyai pendekatan yang berbeda dalam kegiatan pengelolaan DAS baik dalam
unit perencanaan maupun implementasinya sehingga dapat dikatakan bahwa
pengelolaan DAS merupakan hal yang sangat kompleks baik ditinjau dari banyaknya
pihak yang terlibat maupun aspek-aspek yang ada di dalam suatu DAS. Dengan
kondisi yang demikian maka dibutuhkan suatu sistem yang dapat menciptakan
percepatan dalam
pengelolaan DAS secara ideal.
pengelolaan DAS secara ideal.
Pengalaman
selama ini menunjukkan bahwa dalam menjalankan tugas dan fungsinya,
masing-masing lembaga tersebut cenderung bersifat sektoral, dan oleh karenanya,
seringkali terjadi tabrakan kepentingan (conflict of interest) antar lembaga
yang terlibat dalam pengelolaan DAS. Untuk menghindari terjadinya tabrakan
kepentingan, diperlukan klarifikasi dan identifikasi secara jelas tugas dan
wewenang masing-masing lembaga dalam menjalankan fungsinya. Selain masalah
tabrakan kepentingan, masalah lain yang umum terjadi dalam pengelolaan
sumberdaya yang melibatkan banyak lembaga adalah masalah kerjasama dan
koordinasi antar lembaga. Oleh karena itu, pengaturan kelembagaan dan regulasi
yang mengatur mekanisme kerja antar lembaga tersebut harus disiapkan dengan
matang sehingga dapat menghasilkan pola kerjasama dan koordinasi yang optimal.
Menyadari
adanya keterbatasan dalam hal kapasitas kelembagaan dan besarnya tingkat
kesulitan dalam melaksanakan pengaturan kelembagaan dalam pengelolaan DAS,
terutama dalam sistem pengelolaan yang mengandalkan pada pola kerjasama dan
koordinasi antar lembaga, maka hal pertama yang perlu dilakukan adalah:
a) Melakukan identifikasi dan
membuat daftar seluruh lembaga dan pihak yang berkepentingan dalam pelaksanaan
pengelolaan DAS termasuk mereka yang diprakirakan akan terkena dampak atas
pelaksanaan program pengelolaan DAS.
b) Melakukan identifikasi tugas dan
wewenang masing-masing lembaga dan pihak – pihak yang berkepentingan tersebut.
c) Merumuskan bentuk lembaga atau badan
pengelola DAS yang sesuai dengan karakteristik biogeofisik dan sosekbud serta
letak geografis DAS.
4.2 Wilayah Tanggungjawab
Lembaga-Lembaga yang Terkait
Pelaksanaan
pengelolaan DAS lazimnya melibatkan lebih dari satu lembaga (pemerintah dan
non-pemerintah) pelaksana. Untuk masing-masing lembaga (pemerintah) di dalamnya
terbagi lagi menjadi direktorat-direktorat yang mempunyai kewenangannya
masing-masing. Oleh karena itu, dalam perencanaan pengelolaan DAS harus
secara jelas disebutkan fungsi pokok termasuk kewenangan dan tanggung jawab
masing-masing organisasi pelaksana pengelolaan DAS. Secara spesifik, peran
masing-masing organisasi/lembaga tersebut dalam implementasi program
pengelolaan DAS termasuk kegiatan monitoring dan evaluasi harus secara jelas
disebutkan.
Penetapan
kewenangan bagi masing-masing organisasi/lembaga pengelola DAS tersebut harus
didasarkan pada fungsi masing-masing organisasi/lembaga. Hal ini penting untuk
diperhatikan karena dalam prakteknya masalah kewenangan antar lembaga ini seringkali
tumpang-tindih dan menjadi kendala bagi pengelolaan DAS yang pelaksanaannya
banyak menggunakan mekanisme koordinasi antar lembaga.
Dalam
pengelolaan DAS, ada lembaga tertentu memiliki tanggung jawab khusus untuk
suatu wilayah pengelolaan, misalnya pengurusan konservasi tanah dan air di
areal hutan menjadi tanggung jawab Departemen Kehutanan dan Perkebunan (c.q.
Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah). Konservasi tanah dan air di
lahan-lahan milik di lokasi yang berdekatan dengan hutan menjadi tanggung jawab
Departemen Dalam Negeri (Dinas Perhutanan dan Konservasi Tanah). Demikian pula,
pembagian kewenangan dan tanggung jawab dalam satu atau lebih departemen dapat
berbeda-beda, misalnya ada bagian yang menangani irigasi, pengendalian banjir,
pembangkit listrik tenaga air (hydropower), perikanan, pariwisata, dan
seterusnya.
Misalnya,
dalam program pengelolaan DAS akan dilaksanakan kegiatan-kegiatan pembuatan
jalan, dam pengendali sedimen, pembuatan reservoir untuk perikanan atau
pariwisata, saluran irigasi, penghijauan, dan seterusnya. Tampak bahwa
kegiatan-kegiatan pengelolaan DAS tersebut di atas akan melibatkan lebih dari
satu lembaga/ departemen, dan dengan demikian, juga kewenangan dan tanggung
jawabnya. Oleh karenanya, penetapan kewenangan yang didasarkan pada fungsi dari
masing-masing lembaga/departemen dan/atau masing-masing direktorat dalam satu
departemen menjadi penting. Tidak kalah pentingnya adalah mengupayakan bentuk
dan mekanisme koordinasi dan kooperasi yang dapat disepakati oleh seluruh pihak
– pihak yang berkepentingan, baik pada tingkat lokal, regional, dan nasional.
Meskipun disadari bahwa masalah koordinasi dan kooperasi antar lembaga tidak
mudah untuk dilaksanakan, butir-butir tersebut di bawah ini diharapkan dapat
membantu menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan aspek koordinasi dan
kooperasi antar lembaga:
a) Identifikasi seluruh
lembaga/organisasi yang akan dipengaruhi dan sekaligus memainkan peran dalam
program pengelolaan DAS.
b) Identifikasi wilayah kewenangan
masing- masing lembaga/ organisasi tersebut pada butir a).
c) Tentukan suatu mekanisme
koordinasi dan kooperasi antar lembaga pengelola DAS yang bersifat menyeluruh
dari hulu hingga hilir DAS serta mencakup keseluruhan lembaga/organisasi yang
terlibat dalam pengelolaan DAS termasuk kewenangan masingmasing
lembaga/organisasi berdasarkan fungsinya.
d) Nyatakan dengan jelas tanggung
jawab (termasuk aspek finansial) masing-masing lembaga/organisasi terhadap
masing-masing komponen program pengelolaan DAS.
4.3 Alternatif Bentuk Pengelola DAS
Bentuk
lembaga pengelola DAS dalam arti mempunyai tugas operasional dapat dipilih dari
tiga bentuk lembaga sebagai berikut:
- Badan Koordinasi
Sebagai koordinator adalah instansi yang berwenang mengkoordinasikan penyelenggaraan pengelolaan DAS. Pelaksana operasional dan pemeliharaan dilaksanakan oleh instansi fungsional terkait. - Badan Otorita
Badan ini dibentuk oleh pemerintah sebagai pelaksana dengan tugas mengurus dan mengusahakan pemberdayaan Daerah Aliran Sungai dengan kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh Dewan Air (Komisi DAS). - Badan Usaha
Badan Usaha (dalam bentuk BUMN atau BUMD) dibentuk oleh pemerintah atau Pemerintah Daerah yang ditugasi mengusahakan DAS sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Dewan Air (Komisi DAS).
4.4 Komisi DAS
Kebijakan
pengelolaan DAS yang meliputi aspek planning – programming – controling –
budgeting dilaksanakan oleh suatu kelompok kerja yang berbentuk Komisi DAS di
dalam struktur Dewan Sumberdaya Air (RUU Sumberdaya Air).
a. Tingkatan Komisi DAS.
Komisi DAS dibentuk dalam beberapa
tingkatan sebagai berikut:
- Lingkup Nasional (Komisi DAS Nasional) Berfungsi menetapkan atau merumuskan? Kebijakan, Strategi dan Program pengelolaan DAS pada tingkat Nasional.
- Lingkup Regional (Komisi DAS Propinsi) Berfungsi menetapkan atau merumuskan? Kebijakan, Strategi dan Program pengelolaan DAS pada tingkat Regional.
- Lingkup Lokal (Komisi DAS Daerah) Berfungsi menetapkan atau merumuskan? Kebijakan, Strategi, Program, Pelaksanaan dan Pembiayaan pengelolaan DAS pada tingkat Kabupaten/Kota.
b. Keanggotaan Komisi DAS.
Keanggotaan Komisi DAS tersebut
terdiri atas wakil seluruh pihak – pihak yang berkepentingan, yaitu:
- Komisi DAS Nasional: Wakil Departemen dan Lembaga Tinggi Negara terkait, Pakar/Pemerhati dan wakil pemanfaat untuk tingkat nasional.
- Komisi DAS Regional: Gubernur atau pejabat yang ditunjuk (sebagai Ketua), instansi yang mengurusi bidangbidang pengairan, kehutanan, pertanian dan pengendalian dampak lingkungan, instansi yang mengurusi perencanaan pembangunan (sebagai sekretaris), dengan anggota: Bupati/Walikota terkait, wakil pemanfaat (sesuai sektor masing-masing), pemuka masyarakat, pakar/pemerhati (dari Perguruan Tinggi) dan Lembaga Swadaya Masyarakat yang relevan di tingkat DAS yang bersangkutan.
- Komisi DAS Lokal: Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk (sebagai Ketua), instansi yang mengurusi bidang-bidang pengairan, kehutanan, pertanian dan pengendalian dampak lingkungan, instansi yang mengurusi perencanaan pembangunan daerah Kabupaten/Kota (sebagai Sekretaris), dengan anggota: wakil pemanfaat (sesuai sektor masing-masing), pemuka masyarakat, pakar/pemerhati (dari Perguruan Tinggi) dan Lembaga Swadaya Masyarakat ya ng relevan di tingkat DAS.
4.5 Koordinasi dalam Pengelolaan DAS
Telah
disebutkan di muka bahwa argumentasi perlunya pengelolaan terpadu DAS adalah
karena pengelolaan DAS mempersyaratkan pendekatan ekosistem. Pendekatan
ekosistem adalah kompleks karena melibatkan multi-sumberdaya (alam dan buatan),
multi-kelembagaan, multipihak yang berkepentingan, dan bersifat lintas batas
(administratif dan ekosistem). Dalam konteks Indonesia, pola pengelolaan DAS
yang akan diterapkan masih bertumpu pada mekanisme koordinasi dan kooperasi.
Oleh karenanya, koordinasi dalam pengelolaan DAS menjadi elemen penting untuk
terlaksananya pengelolaan DAS secara optimal. Pada bagian ini secara ringkas
akan dikemukakan prinsip-prinsip pengembangan sistem koordinasi pengelolaan
terpadu DAS.
Sistem
koordinasi pengelolaan DAS sebelum taun 2001 diatur dalam Keppres no 9 tahun
1999 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Kebijaksanaan Pendayagunaan Sungai dan
Pemeliharaan Kelestarian Daerah aliran Sungai. Akan tetapi Keppres tersebut
diganti dengan Kepres No.123 Tahun 2001 tentang Pembentukan Tim Koordinasi
Pengelolaan Sunmber Daya Air. Dalam Keppres 123 tersebut ditentukan bahwa
Ketua Tim Koordinasi adalah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Wakil
Ketua adalah Menteri Negara Perncnaan Pembangunan Nasional dan Ketua Harian
adalah Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah. Sedangkan anggotanya adalah
Menteri Dalam Negeri, Menteri Negara Lingkungan Hidup/Kepala Bapedal, Menteri
Pertanian, Menteri Kehutanan, Menteri Perhubungan, Menteri Kelautan dan
Perikanan, Menteri Kesehatan, Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Perdagangan,
dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.
Tim
Koordinasi Sumber Daya Air bertugas membantu Presiden dalam merumuskan
kebijakan nasional sumberdya air dan berbagai perangkat kebijakan lain yang
diperlukan dalam bidang sumberdaya air. Untuk melaksanakan tugas tersebut Tim
Koordinasi mempunyai fungsi :
a. Melakukan koordinasi perumusan
kebijakan pengelolaan sumbedaya air yang meliputi konservasi, pendayagunaan
sumber daya air dan pengendalian daya rusak;
b. Melakukan konsultasi internal dan
eksternal dengan semua pihak baik pemerintah maupun non-pemerintah dalam rangka
keterpaduan kebijakan dan pencegahan konflik antar sektor dan antar wilayah
dalam pengelolaan sumberdaya air;
c. Memberikan pertimbangan kepada
presiden mengenai pengelolaan sumberdaya air;
d. Memantau dan mengevaluasi
pelaksanaan kebijakan pengelolaan sumberdaya air;
e. Menyampaikan laporan perkembangan
penyelenggaraan kebijakan pengelolaan sumberdaya air kepada Presiden.
Penyelenggaraan
tugas dan fungsi Tim Koordinasi Pengelolaan Sumberdaya Air sehari-hari
dilaksanakan oleh Ketua Harian dibantu oleh Sekretariat Tim Koordinasi
Pengelolaan Sumberdaya Air yang diketuai oleh Sekretaris I Tim Koordinasi
Pengelolaan Sumberdaya Air yaitu Deputi Bidang Produksi, Perdagangan dan
Prasarana, Bappenas. Sekretariat Tim koordinasi ini terdiri dari Tim Pengarah,
Tim Pelaksana dan Tim Kerja yang keanggotaannya terdiri dari unsur-unsur
pemerintah dan non-pemerintah.
Fungsi
koordina si adalah proses pengendalian berbagai kegiatan, kebijakan, atau keputusan
berbagai organisasi/lembaga sehingga tercapai keselarasan dalam pencapaian
tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran umum yang telah disepakati bersama. Dengan
kata lain, pengertian koordinasi mencakup dua aspek penting, yaitu: (a)
koordinasi kebijakan dan (b) koordinasi kegiatan atau program.
Koordinasi
kebijakan secara umum menyerupai koordinasi dalam perumusan kebijakan dan
pengambilan keputusan. Telah disinggung di muka bahwa pengelolaan DAS
melibatkan beberapa departemen sektoral yang masing-masing departemen membuat
kebijakan pengelolaan sumberdaya sesuai dengan kepentingan sektornya
masing-masing. Keadaan ini mengakibatkan terjadinya tumpang-tindih kebijakan
dan bahkan tabrakan kepent ingan antar departemen sektoral.
Untuk
mencegah dan/atau menyelesaikan permasalahan tersebut perlu dilakukan
koordinasi. Dalam hal ini, koordinasi dalam perumusan kebijakan dapat dibedakan
menjadi:
a) Koordinasi kebijakan preventif,
yaitu pencegahan sedini mungkin kemungkinan terjadinya tabrakan kepentingan di
antara berbagai instansi yang terkait.
b) Koordinasi strategis, lebih
diarahkan kepada upaya penyelarasan antara suatu kebijakan tertentu dengan
kepentingan strategis pencapaian tujuan umum yang telah disepakati bersama.
Koordinasi program secara umum lebih
berkaitan dengan koordinasi kegiatan administrasi. Secara khusus koordinasi
program dibedakan menjadi:
a) Koordinasi administrasi
prosedural, pada umumnya diarahkan untuk menciptakan keselarasan berbagai
prosedur dan metode administratif. Tujuannya adalah untuk menciptakan efisiensi
administrasi dan konsistensi dalam mencapai tujuan akhir yang telah disepakati
bersama.
b) Koordinasi adminstrasi
substansial, pada umumnya diarahkan untuk menciptakan keselarasan kerja dan
kegiatan (sinergi), bagi setiap unit organisasi termasuk individual dalam
rangka tercapainya efisiensi, efektivitas, dan produktivitas pelaksanaan
kebijakan demi tercapainya tujuan akhir yang telah disepakati bersama.
Mengacu pada Kepres No. 123 Tahun 2001 dan Rancangan
Undang-Undang Sumberdaya Air (sedang disiapkan), maka koordinasi pengelolaan
DAS untuk tingkat nasional adalah bagian dari fungsi dan tugas pokok Tim
Koordinasi Pengelolaan Sumberdaya Air karena DAS dikategorikan sebagai bagian
sumber air selain Waduk, Rawa, dan badan sungai itu sendiri.
Dengan
fungsi dan tugas serta struktur tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa
Tim Koordinasi beserta pelaksananya di lapangan dapat klasifikasikan sebagai
pelaksana dalam pelaksanaan pengelolaan terpadu DAS. Sedangkan menurut
Rancangan Undang-Undang Sumberdaya Air, Komisi DAS Nasional secara struktural
berada di bawah koordinasi Dewan Nasional Sumberdaya Air. Komisi DAS yang
terdiri atas para pihak – pihak yang berkepentingan merupakan gabungan dari
wakil masyarakat, pakar (universitas), masyarakat industri/bisnis, anggota
parlemen bersifat sebagai pengguna/pemanfaat sumberdaya air.
Mekanisme
kerja antara Tim Koordinasi dan Komisi DAS bersifat kemitraan dimana dalam
proses penyusunan kebijakan, kriteria/standar, pedoman, Tim Koordinasi akan mendiskusikannya
dengan Komisi DAS Nasional. Dengan demikian, hasil penyusunan kebijakan,
pedoman, kriteria/standar dapat diterima semua pihak yang berkaitan dengan
pengelolaan DAS.
Untuk
mengoptimalkan pelaksanaan kebijakan pengelolaan sumberdaya air ditingkat
propinsi, Gubernur dapat membentuk Tim Koordinasi Prpinsi yang akan
mengkoordinasikan hasil penyusunan kebijakan, kriteria/standar, dan pedoman
yang telah dihasilkan Tim Koordinasi tingkat Nasional kepada dinas-dinas
terkait di tingkat propinsi. Selain itu, tugas ketua Tim Koordinasi Propinsi
adalah mengkoordinasikan mekanisme kerja pengelolaan DAS antar kabupaten/kota
dalam DAS lintas kabupaten. Dalam hal ini, sesuai dengan yang diatur dalam RUU
Sumberdaya Air, Gubernur dalam menjalankan tugas koordinasinya terhadap
dinas-dinas di lingkungan jurisdiksinya akan bekerja sama dengan Komisi DAS
Regional yang lebih berperan sebagai “pengawas” dari kinerja Tim Koordinasi
Regional
Pada
tingkat kabupaten/kota, Bupati/Walikota dapat membentuk Tim Koordinasi Pengelolaan
Sumberdaya Air Kabupaten, Bupati bisa sebagai koordinator bagi dinas-dinas
terkait di tingkat kabupaten/kota dalam DAS satu kabupaten/kota. Pada tingkat
ini, kinerja Tim Koordinasi Kabupaten akan dipantau oleh Komisi DAS Lokal.
Hubungan
kerja Tim Koordiansi Pengelolaan Sumberdaya Air Nasinal dengan Tim Koordiansi
tingkat Daerah bersifat konsultatif dan koordinatif.
4.6 Partisipasi Masyarakat dalam
Pengelolaan DAS
Secara
sederhana partisipasi masyarakat dapat diartikan sebagai upaya terencana untuk
melibatkan masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan dan pengambilan
keputusan.
Partisipasi
juga dapat diartikan sebagai suatu proses dimana pihak yang akan memperoleh
dampak (positif dan/atau negatif) ikut mempengaruhi arah dan pelaksanaan
kegiatan, tidak hanya menerima hasilnya.
a) Bentuk Partisipasi
Bentuk partisipasi masyarakat dapat
dibedakan menjadi empat macam, yaitu partisipasi dalam:
- Tahap pembuatan keputusan. Dalam hal ini, sejak awal masyarakat telah dilibatkan dalam proses perencanaan dan perancangan kegiatan serta dalam pengambilan keputusan atas rencana yang akan dilaksanakan.
- Tahap implementasi. Keterlibatan masyarakat juga diupayakan pada tahap pelaksanaan kegiatan. Dengan demikian, masyarakat dapat mengontrol bagaimana kegiatan dilaksanakan di lapangan.
- Tahap evaluasi. Evaluasi secara periodik umumnya dilaksanakan pada tahap pelaksanaan dan pada akhir pelaksanaan kegiatan.
- Partisipasi untuk memperoleh manfaat suatu kegiatan.
b). Tingkatan partisipasi masyarakat
Ditinjau
dari tingkatannya, partisipasi masyarakat dapat dibedakan sebagai berikut:
Tingkatan Partisipasi Lingkup Keterlibatan Derajat Pembagian Wewenang
- Manipulasi Tercatat sebagai anggota Wewenang mutlak pada initiator kebijakan
- Menginformasikan Hak dan pilihan masyarakat diidentifikasi Wewenang dominan pada initiator kebijakan/program
- Konsultasi Pendapat masyarakat didengar, tetapi belum tentu ditindaklanjuti Wewenang dominan pada initiator kebijakan/program
- Kemitraan Saran/pendapat masyarakat dinegosiasikan Wewenang terdistribusikan secara proporsional di antara pihak – pihak yang berkepentingan
- Delegasi wewenang Masyarakat diberi wewenang mengelola sebagian atau seluruh bagian program Wewenang ada pada masyarakat
- Kontrol masyarakat dominan dalam merancang dan memutuskan program Wewenang mutlak pada masyarakat. Dengan adanya tingkatan-tingkatan partisipasi masyarakat seperti tersebut pada tabel di atas, maka perlu diupayakan agar partisipasi masyarakat tidak hanya sekedar berbentuk keterlibatan semu yang dikategorikan sebagai tingkat partisipasi manipulasi, dimana pada dasarnya tidak ada partisipasi masyarakat, melainkan diupayakan untuk tercapainya tingkat partisipasi dimana masyarakat memiliki wewenang yang cukup dalam kemitraan antara masyarakat dan pemerintah/non-pemerintah sebagai initiator kebijakan/program.
Untuk
mencapai tingkat partisipasi yang tinggi, berikut ini adalah beberapa elemen
kunci yang perlu dipertimbangkan:
- Kompatibilitas yang didasarkan atas kepercayaan dan saling menghargai di antara partisipan.
- Manfaat bagi seluruh partisipan yang terlibat.
- Wewenang dan keterwakilan yang sederajat. Tingkat partisipasi akan melemah apabila ada sebagian pihak yang terlalu mendominasi, sementara sebagian lainnya tidak mempunyai wewenang sama sekali.
- Mekanisme komunikasi yang baik harus dibangun secara internal di antara partisipan dan dengan pihak luar yang relevan.
- Adaptif terhadap berbagai perubahan yang mungkin terjadi.
- Integritas, kesabaran dan ketekunan harus diciptakan di antara partisipan.
c) Metode Partisipasi
Pengelolaan
DAS dengan pendekatan partisipatif akan melibatkan beberapa pihak yang
berkepentingan dalam perencanaan maupun implementasinya, diantaranya adalah
masyarakat. Salah satu metode pendekatan partisipatif adalah Participatory
Rural Appraisal (PRA), metoda yang dirancang untuk memungkinkan masyarakat/
responden melakukan penelitian atas persoalan yang dihadapinya untuk kemudian
memecahkan masalah menurut persepsi dan cara mereka sendiri dengan atau tanpa
bantuan pihak lain.
BAB
V IMPLEMENTASI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
Pengelolaan
Terpadu DAS pada dasarnya merupakan pengelolaan partisipasi berbagai sektor/sub
sektor yang berkepentigan dalam pemanfaatan sumberdaya alam pada suatu DAS,
sehingga di antara mereka saling mempercayai, ada keterbukaan, mempunyai rasa
tanggung jawab dan saling mempunyai ketergantungan (inter-dependency). Demikian
pula dengan biaya kegiatan pengelolaan DAS, selayaknya tidak lagi seluruhnya
dibebankan kepada pemerintah tetapi harus ditanggung oleh semua pihak yang
memanfaatkan dan semua yang berkepentingan dengan kelestariannya.
Untuk
dapat menjamin kelestarian DAS, pelaksanaan pengelolaan DAS harus mengikuti
prinsip-prinsip dasar hidrologi. Dalam sistem ekologi DAS, komponen masukan
utama terdiri atas curah hujan sedang komponen keluaran terdiri atas
debit aliran dan muatan sedimen, termasuk unsur hara dan bahan pencemar di
dalamnya. DAS yang terdiri atas komponen-komponen vegetasi, tanah, topografi,
air/sungai, dan manusia berfungsi sebagai prosesor.
Berikut
ini adalah kegiatan yang relevan dengan pengelolaan DAS untuk menjamin
kelestarian serta adanya peran para pengelola yang terlibat.
5.1 Pengelolaan Daerah Tangkapan Air
(catchment area)
Sesuai
dengan rencana makro, rencana kerja jangka menengah dan tahunan konservasi
Daerah Tangkapan Air (DTA/catchment area), Dinas/instansi terkait dan
masyarakat, sebagai pelaksana pengelolaan sumberdaya alam di DAS melaksanakan
kegiatan pemanfaatan dan konservasi DTA.
Bentuk
kegiatan pemanfaatan dan konservasi sumberdaya alam di DTA diutamakan untuk
meningkatkan produktivitas lahan dalam memenuhi kebutuhan barang dan jasa bagi
masyarakat dan sekaligus memelihara kelestarian ekosistem DAS. Kegiatan
tersebut dilakukan melalui tataguna lahan (pengaturan tataruang), penggunaan
lahansesui dengan peruntukannya (kesesuaian lahan, rehabilitasi hutan dan lahan
yang telah rusak, penerapan teknik-teknik konservasi tanah, pembangunan
struktur untuk pengendalian daya rusak air, erosi dan longsor. Dilakukan pula
kegiatan monitoring kondisi daerah tangkapan air dan evaluasi terhadap
pelaksanaan rencana pengelolaan DAS.
5.2 Pengelolaan Sumberdaya Air
5.2.1 Manajemen Kuantitas Air
(Penyediaan Air)
a. Pembangunan Sumberdaya Air
Menyiapkan
rencana induk pengembangan sumberdaya air termasuk di dalamnya neraca air, yang
melibatkan berbagai instansi terkait serta melaksanakan pembangunan prasarana
pengairan (sesuai dengan penugasan yang diberikan) dalam rangka mengoptimalkan
pemanfaatan sumberdaya air.
b. Prediksi Kekeringan
Melakukan
pemantauan dan pengolahan data hidrologis, membuat prediksi kemungkinan
terjadinya kekeringan (mungkin menggunakan fasilitas telemetri dan bantuan
simulasi komputer yang dihubungkan dengan basis data nasional dan
internasional).
c. Penanggulangan Kekeringan
Secara
aktif bersama Dinas/Instansi terkait dalam Satkorlak-PBA melakukan upaya
penanggulangan pada saat terjadi kekeringan yang tidak dapat terelakkan.
d. Perijinan Penggunaan Air
Memberikan
rekomendasi teknis atas penerbitan ijin penggunaan air dengan memperhatikan
optimasi manfaat sumber daya yang tersedia.
e. Alokasi Air
Menyusun
konsep pola operasi waduk/alokasi air untuk mendapatkan optimasi pengalokasian
air.
f. Distribusi Air
Melakukan
pengendalian distribusi air bersama Dinas/Instansi terkait dengan bantuan
telemetri untuk melaksanakan ketetapan alokasi air.
5.2.2 Manajemen Kualitas Air
a. Perencanaan Pengendalian Kualitas
Air
Bersama
Dinas/Instansi terkait menyiapkan rencana induk dan program kerja jangka
menengah dan tahunan pengendalian pencemaran air dan peningkatan kualitas air.
b. Pemantauan dan Pengendalian
Kualitas Air
Berdasarkan
rencana induk, melakukan pemantauan dan pengendalian kualitas air yang
melibatkan berbagai instansi terkait. Pemantauan dilakukan secara periodik
(baik kualitas air sungai maupun buangan limbah cair yang dominan) dan
melaksanakan pengujian laboratorium serta evaluasi terhadap hasil uji tersebut.
Rekomendasi diberikan kepada Pemerintah Daerah (Gubernur maupun Bapedalda)
dalam upaya pengendalian pencemaran air, penegakan aturan dan peningkatan
kualitas air sungai.
c. Penyediaan Debit Pemeliharaan
Sungai
Berdasarkan
pola operasi waduk dan/atau kondisi lapangan, dapat disediakan sejumlah debit
pemeliharaan sungai setelah mendapatkan pengesahan alokasi dari Dewan DAS
Propinsi.
d. Peningkatan Daya Dukung Sungai
Pelaksanaan
peningkatan daya dukung sungai dengan melaksanakan upaya pengendalian di
instream (penggelontoran, penyediaan debit pemeliharaan, peningkatan kemampuan
asimilasi sungai) dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan pengendalian di
off-stream (pada sumber pencemar) melalui instrumen hukum maupun instrumen
ekonomi di samping melaksanakan kegiatan penyuluhan untuk meningkatkan kontrol
sosial dari masyarakat.
e. Bersama dengan instansi/dinas
terkait menyelenggarakan koordinasi penyiapan program dan implementasi
pengendalian pencemaran dan limbah domestik, industri dan pertanian.
5.3 Pemeliharaan Prasarana Pengairan
a. Pemeliharaan Preventif
Melakukan
pemeliharaan rutin, berkala dan perbaikan kecil untuk mencegah terjadinya
kerusakan prasarana pengairan yang lebih parah.
b. Pemeliharaan Korektif
Melakukan
perbaikan besar, rehabilitasi dan reaktifikasi dalam rangka mengembalikan atau
meningkatkan fungsi prasarana pengairan.
c. Pemeliharaan Darurat
Melakukan
perbaikan sementara yang harus dilakukan secepatnya karena kondisi
mendesak/darurat (karena kerusakan banjir dsb- nya).
d. Pengamatan Instrumen Keamanan
Bendungan
Melakukan
pengamatan instrumen keamanan bendungan (phreatic line, pore pressure dan
lainlain) serta menganalisis hasil pengamatan tersebut untuk mengetahui adanya
penurunan (settlement), rembesan (seepage) atau perubahan ragawi lainnya
terhadap bendungan.
5.3 Pengendalian Banjir
a. Pemantauan dan Prediksi Banjir
Melakukan
pemantauan dan pengolahan data hidrologis, membuat prediksi iklim, cuaca dan
banjir dengan menggunakan fasilitas telemetri dan bantuan simulasi komputer yang dihubungkan dengan basis data nasional dan internasional.
banjir dengan menggunakan fasilitas telemetri dan bantuan simulasi komputer yang dihubungkan dengan basis data nasional dan internasional.
b. Pengaturan (distribusi) dan
Pencegahan Banjir
Menyiapkan
pedoman siaga banjir yang berlaku sebagai SOP (Standard Operation Procedure)
pengendalian banjir yang dipergunakan oleh seluruh instansi terkait.
Pengendalian banjir dilakukan melalui pengaturan operasi waduk untuk menampung
debit banjir, dan pengaturan bukaan pintu air guna mendistribusikan banjir
sehingga dapat dikurangi/dihindari dari bencana akibat banjir.
c. Penanggulangan Banjir
Berpartisipasi
secara aktif bersama Dinas/Instansi terkait dalam Satkorlak-PBA melakukan
upaya penanggulangan pada saat terjadi banjir yang tidak dapat terelakkan.
upaya penanggulangan pada saat terjadi banjir yang tidak dapat terelakkan.
d. Perbaikan Kerusakan Akibat Banjir
Bersama
instansi terkait melakukan perbaikan atas kerusakan akibat terjadinya bencana
banjir yang tidak terelakkan.
5.4 Pengelolaan Lingkungan Sungai
a. Perencanaan Peruntukan Lahan
Daerah Sempadan Sungai
Bersama
dinas/instansi terkait menyusun penetapan garis sempadan dan rencana peruntukan
lahan daerah sempadan sungai sesuai dengan Rencana detail Tata Ruang Daerah dalam
rangka pengamatan fungsi sungai.
lahan daerah sempadan sungai sesuai dengan Rencana detail Tata Ruang Daerah dalam
rangka pengamatan fungsi sungai.
b. Pengendalian Penggunaan Lahan
Sempadan Sungai
Melakukan
pengendalian dan penertiban penggunaan lahan di daerah sempadan sungai
bersama dinas/instansi terkait.
bersama dinas/instansi terkait.
c. Pelestarian biota air
Mengupayakan
peningkatan kondisi sungai yang kondusif untuk pertumbuhan biota air.
d. Pengembangan pariwisata, olah
raga, dan trasnportasi air
Mengembangkan
pemanfaatan sungai dan waduk untuk keperluan wisata, olah raga, dan
transportasi air bekerja sama dengan pihak-pihak terkait.
transportasi air bekerja sama dengan pihak-pihak terkait.
5.6 Pemberdayaan Masyarakat
a. Program penguatan ekonomi
masyarakat melalui pengembangan perdesaan, sehingga pendapatan petani
meningkat.
b. Program pengembangan pertanian
konservasi, sehingga dapat berfungsi produksi dan pelestarian sumber daya tanah
dan air.
c. Penyuluhan dan transfer teknologi
untuk menunjang program pertanian konservasi dan peningkatan kesadaran
masyarakat untuk berpartisipasi dalam upaya pengelolaan DAS.
d. Pengembangan berbagai bentuk
insentif (rangsangan) baik insentif langsung maupun tidak langsung, dalam
bentuk bantuan teknis, pinjaman, yang dapat memacu peningkatan produksi pertanian
dan usaha konservasi tanah dan air.
e. Upaya mengembangkan kemandirian
dan memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah, sehingga mampu
memperluas keberdayaan masyarakat dan berkembangnya ekonomi rakyat.
f. Memonitor dan evaluasi terhadap
perkembangan sosial ekonomi masyarakat, serta tingkat
kesadaran masyarakat dalam ikut berperan serta dalam pengelolaan DAS.
kesadaran masyarakat dalam ikut berperan serta dalam pengelolaan DAS.
BAB
VI MONITORING DAN EVALUASI
Selain
sebagai sistem ekologi yang bersifat kompleks, DAS juga dapat dianggap sebagai
sistem hidrologi. Sebagai suatu sistem hidrologi, maka setiap ada masukan
(input) ke dalam sistem tersebut dapat dievaluasi proses yang telah dan sedang
berlangsung dengan melihat keluaran (output) dari sistem. Dalam sistem
hidrologi DAS, komponen masukan terdiri atas curah hujan sedang komponen
keluaran terdiri atas debit aliran dan muatan sedimen, termasuk unsur hara dan
bahan pencemar di dalamnya. DAS yang terdiri atas komponen-komponen vegetasi,
tanah, topografi, air/sungai, dan manusia dalam hal ini berlaku sebagai
prosesor.
Ekosistem
DAS, terutama DAS bagian hulu merupakan bagian yang penting karena mempunyai
fungsi perlindungan terhadap keseluruhan bagian DAS. Perlindungan ini, antara
lain, dari segi fungsi tata air. Aktivitas perubahan tataguna lahan dan/atau cara
bercocok tanam yang dilaksanakan di daerah hulu dapat memberikan dampak di
daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit air dan transpor sedimen
serta material terlarut lainnya. Oleh adanya bentuk keterkaitan daerah hulu-
hilir seperti tersebut di atas, maka kondisi biofisik dan sosek suatu DAS dapat
dimanfaatkan sebagai variabel monitoring dan evaluasi pengelolaan sumberdaya
air. Lebih spesifik, hubungan antara indikator masukan (a.l., curah hujan) dan
indikator keluaran (a.l., debit aliran, muatan sedimen, bahan pencemar) dari
suatu DAS dapat dimanfaatkan untuk analisis dampak suatu aktivitas pembangunan
terhadap lingkungan (hidrologi) di lokasi berlangsungnya aktivitas pembangunan
(on-site) dan, terutama pengaruhnya di daerah hilir (off-site).
Monitoring
didefinisikan sebagai aktivitas pengamatan yang dilakukan secara terus-menerus
atau secara periodik terhadap pelaksanaan salah satu atau beberapa program
pengelolaan DAS untuk menjamin bahwa rencana-rencana kegiatan yang diusulkan,
jadwal kegiatan, hasil-hasil yang diinginkan dan kegiatan-kegiatan lain yang
diperlukan dapat berjalan sesuai dengan rencana.
Karena
maksud dilakukannya monitoring adalah untuk memperoleh kinerja pelaksanaan
kegiatan secara efektif dan efisien, dalam hal ini merupakan bagian dari
keseluruhan sistem manajemen informasi. Sedangkan evaluasi didefinisikan
sebagai suatu proses yang berusaha untuk menentukan relevansi, efektivitas dan
dampak dari aktivitas-aktivitas yang dilaksanakan untuk mencapai sasaran yang
telah ditentukan. Dengan demikian, evaluasi kegiatan/proyek pengelolaan DAS
merupakan suatu proses pengorganisasian dan alat manajemen yang berorientasi
pada aktivitas-aktivitas proyek yang perlu dilaksanakan untuk memperbaiki
kinerja kegiatan-kegiatan proyek yang sedang berjalan serta memperbaiki
perencanaan dan proses pengambilan keputusan pada masa-masa yang akan datang.
Untuk
memperbaiki kinerja proyek pengelolaan DAS, komponen-komponen monitoring dan
evaluasi perlu diintegrasikan dalam rencana pengelolaan DAS karena dengan cara
ini kelompok sasaran (target group) dalam proyek diharapkan akan memperoleh
keuntungan yang lebih besar pada waktu yang telah ditentukan. Dengan kata lain,
untuk memperoleh hasil monitoring dan evalusi seperti yang diharapkan, maka
kegiatan-kegiatan monitoring dan evaluasi harus dapat memenuhi
persyaratan-persyaratan sebagai berikut: (1) tepat waktu, (2) efektif dalam
pembiayaan termasuk keterlanjutan dana, (3) mampu mencakup wilayah dan komponen
kegiatan proyek secara maksimum, (4) kesalahan dalam prosedur monitoring dan
evaluasi diusahakan seminimal mungkin, dan (5) mengurangi segala bentuk
subyektivitas dalam melaksanakan monitoring dan evaluasi.
Untuk
memperoleh data dan informasi yang dapat memberikan gambaran menyeluruh
mengenai perkembangan keragaan DAS, maka diperlukan kegiatan monitoring dan
evaluasi DAS, yang ditekankan pada aspek tata air, perubahan penggunaan lahan
dan sosial ekonomi.
6.1 Tujuan Monitoring dan Evaluasi
Tujuan
utama monitoring dan evaluasi adalah memperoleh data dan informasi kondisi
sumberdaya DAS yang dapat dimanfaatkan dalam penetuan kebijakan, perencanaan
dan pelaksanaan program pengelolaan DAS, terutama pola pengelolaan yang
bersifat holistik/integratif mencakup wilayah hulu-hilir DAS. Program
monitoring dan evaluasi juga dianggap penting mengingat bahwa masih banyak
pengambil keputusan dalam pengelolaan DAS yang belum menyadari bahwa solusi
bagi kebanyakan permasalahan DAS adalah dengan memanfaatkan hasil monitoring
dan evaluasi dalam sistem perencanaan pengelolaan DAS.
Pengalaman
selama ini menunjukkan bahwa pada banyak kasus, kebijakan pengelolaan DAS
termasuk penyusunan prioritas penanganan masalah yang timbul sebagai akibat
aktivitas pengelolaan belum banyak memanfaatkan data yang berasal dari program
monitoring dan evaluasi. Apabila dalam rencana program pengelolaan DAS telah
disertai dengan program monitoring dan evaluasi, seringkali data/informasi yang
dikumpulkan tidak secara langsung berkaitan atau menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang relevan dengan kebijakan pengelolaan yang telah dan akan dirumuskan. Oleh
karena itu, diperlukan sistem monitoring dan evaluasi termasuk sistem manajemen
data.
6.2 Monitoring dan Evaluasi
Penggunaan Lahan
Kegiatan
ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran mengenai perubahan penggunaan lahan
pada suatu DAS/Sub-DAS. Data yang dikumpulkan dalam monitoring penggunaan lahan
adalah luas masing-masing jenis penggunaan dan penutupan lahan. Tujuan
monitoring penggunaan lahan adalah untuk mengetahui perubahan pemanfaatan lahan
dan perubahan luas masing-masing jenis penggunaan dan penutupan lahan. Evaluasi
penggunaaan lahan terutama untuk melihat hubungannya dengan dampak terhadap
erosi, sedimentasi, produktivitas lahan dan sosial ekonomi masyarakat.
6.3 Monitoring dan Evaluasi Tata Air
Monitoring
tata air salah satunya dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan kuantitas,
kualitas dan kontinuitas aliran air dari DAS/Sub-DAS bersangkutan setelah
dilaksanakan kegiatan atau program-program pengelolaan DAS.
Data yang dikumpulkan, antara la in:
a) Data curah hujan; diperoleh dari
stasiun pencatat hujan yang ada di wilayah kerja.
b) Data besarnya aliran air sungai (debit sungai) diperoleh dari outlet DAS/Sub DAS.
c) Data kualitas air terutama kandungan lumpur terlarut (suspended sediment).
b) Data besarnya aliran air sungai (debit sungai) diperoleh dari outlet DAS/Sub DAS.
c) Data kualitas air terutama kandungan lumpur terlarut (suspended sediment).
Evaluasi
tata air didasarkan pada hasil analisis terhadap debit sungai maksimum dan
minimum hingga dapat diketahui nilai koefisien rejim sungai (KRS)-nya, hasil
perhitungan muatan sedimen sungai sehingga dapat dipakai untuk memperkirakan
erosi yang terjadi, membandingkan antara debit sungai dengan curah hujan,
sehingga dapat diketahui perubahan koefisien run-off dari tahun ke tahun.
6.4 Monitoring dan Evaluasi
Sosial-Ekonomi
Kegiatan
ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang pengaruh dan hubungan timbal
balik antara faktor-faktor sosial ekonomi dengan kondisi sumberdaya alam (tanah
dan air) di dalam DAS. Data yang dikumpulkan dalam monitoring sosial ekonomi
mencakup kependudukan dan aspek sosial ekonomi seperti pendapatan, perilaku,
pendidikan, persepsi, dan mata pencaharian. Sasaran yang ingin dicapai adalah
mengetahui perubahan kondisi sosial ekonomi sebelum ada program pengelolaan DAS
dan setelah adanya kegiatan- kegiatan pengelolaan sumberdaya alam seperti
rehabilitasi hutan dan lahan baik secara vegetativ maupun secara sipil teknis.
6.5 Evaluasi DAS
Kegiatan
evaluasi untuk mengetahui tingkat keberhasilan ataupun kegagalan dan aktivitas
pengelolaan DAS baik dari aspek fisik, sosial ekonomi, maupun kelembagaan.
Tujuan evaluasi DAS untuk menilai tingkat kinerja dan keragaan (performance)
pengelolaan DAS. Tolok ukur yang dipakai untuk penilaian adalah perubahan yang
terjadi pada aspek-aspek tersebut, sejak saat perencanaan dan setelah
implementasi, yang antara lain meliputi :
a) Perubahan karakteristik hidrologi
DAS, seperti debit rata-rata, debit puncak, maksimum dan minimum, koefisien
limpasan, produksi dan kualitas air, sedimen terangkut yang keluar dari DAS.
b) Perubahan tataguna lahan yang
mencakup perubahan pemanfaatan lahan, dari segi produksinya dan juga tingkat
konservasinya.
c) Perubahan sosial ekonomi
masyarakat misalnya pendapatan dan persepsi terhadap pengelolaan/konservasi
sumberdaya alam tanah dan air dan partisipasi masyarakat terhadap usaha-usaha
pengelolaan DAS.
BAB
VII KRITERIA DAN INDIKATOR PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
Kriteria
pengelolaan terpadu Daerah Aliran Sungai adalah ukuran yang menjadi dasar
penilaian tingkat keberhasilan dalam perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, dan pengendalian dalam optimalisasi pemanfaatan sumberdaya dalam
DAS yang berkelanjutan. Indikator pengelolaan DAS yang berkelanjutan adalah
alat pemantau yang dapat memberikan petunjuk untuk mengukur tingkat
keberhasilan pelaksanaan pengelolaannya.
7.1 Kriteria dan Indikator Kinerja
DAS
Dalam
pedoman pengelolaan DAS, kriteria dan indikator kinerja DAS perlu ditentukan
karena keberhasilan maupun kegagalan hasil program pengelolaan DAS dapat
dimonitoring dan dievaluasi melalui kriteria dan indikator yang ditentukan
khusus untuk maksud tersebut. Perlu ditekankan bahwa kriteria dan indikator
yang diusulkan seharusnya bersifat sederhana dan cukup praktis untuk
dilaksanakan, terukur, dan mudah difahami terutama oleh para pengelola DAS dan
pihak lain yang mempunyai kepentingan terhadap program pengelolaan DAS. Tabel
7.1 menunjukkan kriteria dan indikator untuk menentukan kinerja DAS.
Penetapan
kriteria dan indikator kinerja DAS diupayakan agar relevan dengan tujuan
penetapan kriteria dan indikator dan diharapkan mampu menentukan bahwa program
pengelolaan DAS dianggap berhasil atau kurang/tidak berhasil. Dengan kata lain,
status atau “kesehatan” suatu DAS dapat ditentukan dengan menggunakan
kriteria-kriteria kondisi tata penggunaan lahan, sosialekonomi, dan kriteria
kelembagaan. Tabel 7.1. menunjukkan kriteria dan indikator yang digunakan untuk
menentukan status “kesehatan” DAS termasuk parameter yang digunakan.
Pada Tabel
7.1. untuk menentukan kinerja suatu DAS dari aspek tata air, maka diperlukan
indikator- indikator: debit aliran, kandungan sedimen dan bahan pencemar
lainnya, dan nisbah hantar sedimen (Sediment Delivery Ratio). Untuk masing-
masing indikator tersebut di atas, ditentukan parameternya, misalnya parameter
untuk debit aliran sungai adalah data serial debit aliran sungai. Dengan cara
yang sama, kinerja suatu DAS ditentukan berdasarkan kriteria-kriteria
penggunaan lahan, kriteria sosial-ekonomi, dan kriteria kelembagaan.
7.2 Kriteria Pengelolaan DAS
Pengelolaa
DAS yang berkelanjutan mempersyaratkan dipenuhinya criteria dan indicator untuk
setiap komponen/aktivitas pengelolaan DAS yang terdiri atas perencanaan,
pengorganisasian, implementasi, da monitoring dan evaluasi (monev). Untuk
masing-masing komponen pengelolaa DAS tersebut diatas, criteria yang digunakan
dan dianggap relevan untuk menentukan tercapainya pengelolaan DAS yang
berkelanjutan adalah :
a.Ekosistem
b.Kelembagaan
c.Teknologi
d Pendanaan
b.Kelembagaan
c.Teknologi
d Pendanaan
7.2.1. Aktivitas Perencanaan
Kriteria
untuk perencanaan yang disusun dalam rangka pengelolaan terpadu DAS terdiri
dari :
a) Telah digunakannya pendekatan
ekosistem, artinya perencanaan bersifat menyeluruh dan mencakup sub komponen
dalam ekosistem DAS yang dikelola.
b) Telah memadukan perencanaan
pengembangan hulu dan hilir, pengembangan sumberdaya air dan konservasi DAS.
c) Perencanaan didasarkan pada
optimalisasi teknologi, organisasi dan sumberdaya yang potensial termasuk
pendanaannya.
d) Telah mempertimbangkan daya
dukung kelembagaan dan kebijakan baik nasional, regional maupun daerah/lokal.
Tabel
7.1 Kriteria dan Indikator “kesehatan” DAS
7.2.2 Aktivitas Pengorganisasian
Pengorganisasian
dimaksudkan agar pelaksanaan kegiatan pengelolaan DAS lebih efektif dan
efisien, dalam arti masing-masing pihak yang terlibat dapat menjalankan
tugasnya dengan baik dan bertanggungjawab. Untuk itu diperlukan kriteria
manajemennya, yaitu :
a)Dikembangkan pengorganisasian yang
melibatkan seluruh stakeholder.
b)Dijalankannya sistem koordinasi
yang efektif menurut bentuk kegiatan dan sistem informasinya.
c)Dikembangkannya sistem koordinasi
interdependensi sehingga tercipta kerja antar stakeholder yang
bersinergis.
7.2.3 Aktivitas Implementasi
Pada tahap pelaksanaan
program-program yang dirancang haruslah menunjukkan adanya :
a)Optimasi pemanfaatan sumberdaya secara
efisien.
b) Dorongan pelaksanaan konservasi
sumberdaya alam dalam DAS
c) Meningkatnya peran stakeholder
dan kelembagaan yang terlibat.
7.2.4. Aktivitas
Pengawasan/Pengendalian Pengelolaan DAS
Karena
pengelolaan DAS bertujuan kearah keberlanjutan pembangunan (sustainable
development) dengan asas keterpaduan, maka pengendalian dapat ditunjukkan oleh
:
a) Pengendalian/pengawasan melekat,
secara bersama (sharing control) dan kemitraan (partnership control).
b) Hasil monitoring teranalisis dan
evaluasi telah digunakan untuk peninjauan kebijakan dan perencanaan program
lanjutan.
c) Mendorong partisipasi dan
pengawasan publik dalam aktivitas monitoring dan evaluasi.
Uraian di
atas menunjukkan bahwa kriteria dan indikator memainkan peran penting bagi
tercapainya pengelolaan DAS yang berkelanjutan. Uraian kriteria dan indikator
yang lebih lengkap dan menyeluruh ditunjukkan oleh Tabel 7.2.
Tabel 7.2
menunjukkan bahwa pengelolaan DAS yang berkelanjutan mempersyaratkan
dipenuhinya kriteria dan indikator untuk setiap komponen/aktivitas pengelolaan
DAS yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, implementasi, dan
monitoring dan evaluasi (monev). Untuk masing-masing komponen pengelolaan DAS
tersebut di atas, kriteria yang digunakan dan dianggap relevan untuk menentukan
tercapainya pengelolaan DAS yang berkelanjutan adalah: ekosistem, kelembagaan,
teknologi, dan pendanaan.
KESIMPULAN
Pengelolaan
DAS terpadu dilakukan secara menyeluruh mulai keterpaduan kebijakan, penentuan
sasaran dan tujuan, rencana kegiatan, implementasi program yang telah
direncanakan serta monitoring dan evaluasi hasil kegiatan secara terpadu.
Pengelolaan DAS terpadu selain mempertimbangkan faktor biofisik dari hulu
sampai hilir juga perlu mempertimbangkan faktor sosial-ekonomi, kelembagaan,
dan hukum. Dengan kata lain, pengelolaan DAS terpadu diharapkan dapat melakukan
kajian integratif dan menyeluruh terhadap permasalahan yang ada, upaya
pemanfaatan dan konservasi sumberdaya alam skala DAS secara efektif dan
efisien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar